CIANJUR, cianjurekspres.net – Ratusan massa dari Paguyuban Motor Ojek Cianjur (PMOC) bentrok dengan petugas Satpol PP Kabupaten Cianjur saat menggelar aksi unjuk rasa, menuntut transportasi berbasis online ditutup di Kota Santri, Rabu (25/7).
Gesekan antara massa dengan petugas terjadi saat mereka memaksa masuk ke dalam lingkungan Pendopo Cianjur, sebab pihak Diskominfosantik dan perwakilan lain dari Pemkab Cianjur tak kunjung menemui massa di lokasi tersebut. Saling dorong serta lemparan air minum kemasan pun terjadi, hingga akhirnya massa berhasil masuk.
Namun di tengah orasi koordinasi massa, terjadi bentrokan yang belum jelas dipicu oleh oknum dari pihak mana. Berdasarkan informasi yang dihimpun, bentrokan itupun menimbulkan korban luka dari kedua pihak.
Koordinator aksi Rudi Agan, mengatakan, pengendara ojek pangkalan di Cianjur kembali berunjukrasa menuntut agar Bupati Cianjur, mengeluarkan surat atau aturan tertulis yang melarang ojek online beroperasi di Kota Santri.
“Sayangnya pemangku kebijakan tidak hadir, sementara kepala dinas yang mewakili ini tak bisa memutuskan. Padahal sejak awal kami hanya menuntut segera buat aturan, surat-surat kami layangkan tinggal ketegasannya,” kata Rudi.
Dia juga menyayangkan pemerintah yang tidak bisa membuka banyak lapangan pekerjaan, akibatnya aplikasi transporasi berbasis online masuk dan keberadaan driver ojek online semakin menjamur di wilayah Cianjur. “Akibatnya berdampak terhadap penghasilan ojek pangkalan yang sudah ada sejak puluhan tahun. Kami akana terus menuntut agar keputusan itu dikeluarkan,” ujar Rudi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Cianjur, Rahmat Hartono, mengaku pihaknya akan menyampaikan tuntutan dari massa aksi kepada pimpinan daerah atau Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar. “Kami tidak bisa berbicara kebijakan, sebab itu adanya di kepala daerah. Makanya akan saya sampaikan tuntutan massa ini,” kata Rahmat.
Dia menambahkan jika kendaraan roda dua tidak untuk dijadikan transportasi umum. Oleh karena itu angkutan roda dua dalam bentuk apapun tidak memiliki legalitas. Bahkan Mahkamah Konstitusi juga menolak ajuan agar dimasukannya kendaraan roda dua sebagai transportasi umum. “Dalam aturannya begitu, karena dari segi keselamatannya sangat minim sehingga hanya untuk kendaraan pribadi,” ungkap Rahmat.