JAKARTA, cianjurekspres.net – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerja sama dengan Kemenristek Dikti akan menyelenggarakan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan Tahun 2018.
Program ini dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2017 tentang kewajibkan guru memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik. Kerja sama ini ditandai dengan ditandatanganinya nota kesepahaman oleh rektor, wakil rektor dan koordinator PPG dari 38 Perguruan Tinggi Indonesia di Jakarta, pada Senin malam (28/5).
Mewakili Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud, Didik Suhardi berharap PPG yang akan dimulai pada 31 Mei 2018 mendatang ini akan berjalan baik. “Harapan kami hanya ingin begitu guru-guru keluar dari PPG, cara mengajarnya sudah berubah, cara memberi evaluasi berubah, juga yang lebih penting anak-anak yang diajarpun semakin bersemangat,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendikbud dalam sambutannya.
Untuk pola pembelajarannya, Direktur Pembelajaran Kemenristek Dikti, Paristianti Nurwandani menyampaikan PPG dalam Jabatan 2018 akan mengembangkan sistem hybrid learning dengan standar Indonesia, yaitu melalui daring selama tiga bulan dilanjutkan dengan workshop tatap muka selama lima minggu, dan terakhir mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) selama tiga minggu.
“Pada 29 Mei sampai 4 Juli mendatang kami akan langsung melakukan kegiatan sosialisasi hybrid learning ke-38 LPTK,” kata Paristianti.
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa kerja sama antara dua kementerian ini telah menghasilkan modul sebanyak 1.200 modul yang sudah siap diterapkan ke dalam program PPG dalam Jabatan 2018. “Harapan kami, guru Indonesia betul-betul preofesional dan tidak kalah dari profesi dokter. Jadi nanti PPG akan sama prestisiusnya dengan pendidikan dokter,” ujar Purwanti.
Ketua Asosiasi Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) Indonesia, Syawal Gultom, menambahkan, pada pelaksanaan PPG mendatang, para guru akan diberi kompetensi-kompetensi baru yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan bisa berpikir kritis sehingga para guru memiliki daya nalar tinggi.
“Kami sepakat untuk melakukan perubahan itu dimulai dari guru. Ubah cara membelajarkan guru, guru harus bisa menyampaikan cara berpikir, karena mahakarya Aristoteles itu logika. Semakin tinggi cara kita bernalar, semakin cepat negeri ini maju,” pungkas Rektor Universitas Negeri Medan ini.