“Sekarang ujug-ujug kepala dinas bikin surat seperti itu. Kalau misalnya aspirasi tidak formal, justru kalau kita di lembaga publik harus dibuka, ada kesalahan Sekda, ada kesalahan kepala dinas harus dibuka untuk diperbaiki. Kan mekanismenya begitu. Misalnya saya kan saya manusia pasti banyak kesalahan, begitu pun mereka pasti ada kesalahan,” sambungnya.
Harusnya, kata dia, kalau ada hal yang tidak sinkron atau tidak pas untuk tujuan pembangunan didiskusikan dalam rapat, ada forumnya. Kalau tiba-tiba menyuruh mundur, dirinya tak mengerti.
“Saya tidak mengerti, bupati saja tidak ada ngomong sekda harus mundur. Karena itu saya menganggap surat itu menjadi tidak ada, karena kalau kita menuntut sekda mundur berarti itu dalam jabatan formal,” katanya.
Baca Juga:Billiards and Bites Cianjur Hadir dengan Nuansa BerbedaPeringati Hari Bumi Sedunia: Bio Farma Tanam 4000 Mangrove
Cecep menuturkan, segala sesuatunya harus juga dilakukan ditempuh secara normatif. Bukan persoalan mundur atau tidaknya.
“Jadi dongengnya bagaimana? Jadi yang mendasarinya apa? Di tulisan itu tidak har- monis, ujug-ujug salah sekda harus mundur. Memangnya mereka tidak salah? Jadi atas pemeriksaan apa kesimpulan misal kata mereka bupati, kepala dinas, sekda tidak harmonis,” katanya
“Tapi ujug-ujug yang harus mundur harus sekda, sementara mereka (kepala dinas) tidak. Itu dasarnya apa? Terhadap ini saya menganggap tidak ada. Kedua lembar surat itu dirinya telah menerima surat fisik itu,” sambungnya.
Cecep mengungkapkan, sebelumnya sejumlah kadis itu mendatangi ruangan dirinya untuk memberikan surat tersebut.
“Sudah, para kadis datang ke sini, ada beberapa yang tidak. Saat itu saya hanya menerima dan mempersilahkan mereka pulang. Ditanya berapa orang, ruangan penuh. Menurutnya surat itu tidak patut, secara institusi tidak patut dengan dasar yang tidak jelas,” ungkapnya.