CIANJUR.JABAREKSPRES.COM,CIANJUR – Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur, meminta pelaku pencabulan terhadap siswa SD di Cipanas diberikan hukuman setimpal.
Konselor Psikologi P2TP2A Kabupaten Cianjur, Sri Tedja mengatakan, kasus pencabulan terhadap siswa SD di Cipanas harus ditindaklanjuti untuk memberikan efek jera. Menurutnya, kasus pencabulan yang dilakukan oknum guru SD tersebut merupakan tindak kriminal.
“Harus ada efek jera bagi para pelaku predator seksual. Apalagi ini banyak korbannya,” kata dia kepada wartawan, belum lama ini.
Baca Juga:Bentuk Karakter Siswa, FP2MI Cipanas Gelar Perkemahan Pramuka Madrasah Ibtidaiyah
Sri menjelaskan, penyembuhan terhadap korban membutuhkan waktu yang cukup lama, oleh karenanya lingkungan sekitar korban harus bisa mendukung agar korban bisa melupakan masalah yang pernah terjadi.
“Lingkungan harus paham dan bisa memotivasi korban, bagitupun pihak keluarga harus bisa memahami. Apalagi korban perlu pendampingan khusus agar bisa terlepas dari trauma, karena yang tadinya korban bisa jadi pelaku kalau tidak ditangani dengan khusus,” jelasnya.
Dia mengungkapkan, kedepannya, korban sodomi rawan menjadi pelaku dan apalagi ada tekanan.
“Pelaku sodomi sendiri mungkin awalnya merupakan korban, karena lingkungan yang tidak mendukung akhirnya menjadi pelaku berikutnya. Pelaku penyimpangan seksual bisa sembuh asal bisa istiqomah mau berubah, apalagi ada niat untuk sembuh dari penyimpangan seksual tersebut,” ujarnya.
Menurutnya, sosialisasi terhadap sekolah terkait pelecehan seksual sangat perlu dilakukan, seperti di tingkat PAUD harus diajarkan dan disosialisasikan perihal bagian mana yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh.
“Jika ada orang lain menyentuh area tertentu katakan tidak, langsung lari atau lapor terhadap guru,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Sri, orang tua harus bisa memahami anak, ketika ada masalah harus didiskusikan apa yang baik dan benar dengan cara komunikasi yang baik.
Baca Juga:
“Ini PR bersama, mulai dari lingkungan rumah, PAUD, SD dan jenjang sekolah lainnya. Penomena ini seperti gunung es, sebetulnya dibawah itu banyak kasus yang belum terungkap. Mungkin faktornya karena takut, malu dan rasa tidak tahu,” ungkapnya.