CIANJUR,CIANJUREKSPRES – Ai Robiah (42) satu dari ribuan orang yang jadi korban luka akibat gempa 5,6 magnitudo yang guncang Cianjur pada 21 November 2022 silam. Kaki kirinya patah dan cacat permanen, di tangannya masih membekas luka jadi bukti keganasan bencana hebat kala itu.
Laporan Rikzan RA – Cianjur
DIA adalah warga Kampung Rawacina RT 03/RW 05 Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang yang aktif di lembaga pos pelayanan terpadu (Posyandu) Sakura di lingkungannya. Saat ini dia juga bergerak mengupayakan bantuan pembangunan rumah bagi 25 KK yang hingga saat ini masih harus tinggal di tenda.
Saat Cianjur Ekspres mendatangi Ai di kediamannya, jalannya nampak pincang. Kata dia, kakinya cacat permanen karena tertimpa kolom bangunan yang rubuh di Kampung Garogol. Saat itu dirinya sedang menghadiri rapat penyuluhan Program Keluarga Harapan di rumah RT setempat.
Baca Juga:BKKBN Dorong Kolaborasi Masyarakat Turunkan StuntingSurvei Elektabilitas 3 Capres 2024 Versi IPO: Prabowo 37,5%, Anies 32,7%, Ganjar 28,3%
“Siang itu saya bersama tiga rekan jalan menuju rumah pak RT, melewati gang. Tiba-tiba terjadi gempa, lalu bangunan yang ada di kanan dan kiri saya rubuh dan menimbun kami semua. Kaki dan tangan saya terjepit kolom bangunan yang ambruk. Seluruh badan tertutup atap seng, untungnya kepala saya terlindungi,” Ai menceritakan suasana gempa saat itu.
Tertimbun reruntuhan rumah pada sekira pukul 13.30 WIB, dia berusaha berteriak mencari pertolongan. Rekannya, Aan pun sama. Tapi Ai tak mengetahui nasib dua temannya yang lain.
Kurang lebih dua jam Ai bertahan menahan kesakitan dalam reruntuhan, selama itu juga dia mendengar hiruk-pikuk warga sekitar yang histeris karena mencari anggota keluarganya. Ai dan rekannya tidak disadari keberadaannya oleh warga saat itu.
Pikirannya berkecamuk memikirkan kondisi ibu dan anak-anaknya di rumah, sambil tetap berteriak meminta tolong walaupun suaranya tak terdengar.
Baru pada 15.30 WIB, dia sadar ada celah kecil di bagian bawah reruntuhan. Ai memutar otak mencari cara agar warga lain menyadari keberadaannya. Dengan satu tangan, dia meraba-raba dalam gelap reruntuhan dan berhasil menemukan kain. Dia pun membungkus bongkahan batu dengan kain tersebut dan saat terdengar warga melintas, dia lantas melemparkannya ke celah kecil.