Balai P2P juga menyerahkan sepenuhnya kewenangan untuk pengurusan administrasi sertifikat dari 200 unit rumah tersebut pada Pemkab Cianjur. “Infonya, nanti pak Bupati Cianjur yang akan memproses (sertifikat). Kita serahkan dulu ke pemda, mengenai bentuk sertifikatnya seperti apa, nanti pemda yang mengurus,” paparnya.
Dari pantauan Cianjur Ekspres, 200 rumah anti gempa yang ada, dibagi menjadi tujuh blok. Mulai dari blok A hingga blok G tertata rapi. Bahkan, tembok penahan tanah (TPT) yang berada di bagian depan komplek tersebut, nampak apik jika dilihat dari sisi luar.
Kata Egie, meskipun nampak aesthetic, aspek keselamatan menjadi hal utama dalam pembangunan Risha tersebut. Pihaknya menghindari adanya hal yang tak diinginkan ketika nantinya terjadi bencana serupa lagi. “Kita tidak mau asal-asalan dalam pembangunan rumah relokasi ini. Bukan kita mau terlihat mewah tapi memang faktor keselamatan menjadi faktor yang utama,” kata dia.
Baca Juga:Satu WNI Dilaporkan Tewas Akibat Gempa TurkiHarga Beras Mahal Akibat Musim Paceklik
“Seperti misalkan dalam salah satu spefikasi rumah. Kenapa kita gunakan unplasticizied polyvinyl chloride (uPVC), karena kita mempertimbangkan life-time nya kedepan. Sebenarnya kalau mau kita pakai triplek doang juga bisa. Tapi kita lihat, jangan sampai warga yang dipindahkan beranggapan karena rumah relokasi lalu dibangun seadanya,” pungkas Egie. (mg1)