Cerita Malam Tahun Baru Pengungsi Gempa

malam tahun baru pengungsi gempa
Para pengungsi gempa di Kampung Rawacina Desa Nagrak hanya bisa membakar sisa puing bangunan pada malam pergantian tahun 2023. (Rikzan RA)
0 Komentar

CIANJUR, CIANJUREKSPRES – Cerita Malam Tahun Baru Pengungsi Gempa. Ada yang berbeda di perayaan malam pergantian tahun 2022 ke 2023 di Cianjur. Suasana hiruk pikuk euforia di wilayah Puncak dan Kota Cianjur, sangat kontras dengan kondisi wilayah yang terdampak gempa bumi seperti di Kampung Rawacina, Desa Nagrak.

Saat orang lain merayakan pergantian tahun dengan kegiatan bakar-bakar jagung bersama keluarga dan kerabat, cerita malam tahun baru pengungsi gempa korban terdampak bencana di beberapa titik pengungsian hanya bisa bakar sisa puing-puing rumahnya yang telah rata dengan tanah. Atau hanya sekadar bakar sampah sisa bungkus makanan bantuan.

Sejak memasuki Jalan Gatot Mangkupraja, Nagrak, tak ada titik-titik keramaian. Semakin dalam, menuju Desa Cibulakan, semakin banyak tenda-tenda keluarga yang masih berdiri. Mulai terlihat beberapa warga tengah membakar kayu sisa runtuhan rumah. Tak ada jagung, tak ada ayam atau ikan yang dibakar.

Baca Juga:Polisi Tutup Jalan Penghubung Cianjur-Bogor pada Malam Tahun BaruAwas, Narkoba Baru Bernama Fentanyl Beredar di Malam Tahun Baru

Di titik pusat gempa 5,6 magnitudo, yakni Kampung Rawacina, kondisi malam gelap dan berkabut. Hanya ada dua orang yang terlihat tengah membakar tumpukan sampah di sisi sungai.

Yusuf Togiri (33) dan Oleh (53) berjongkok, menghangatkan diri. Keduanya tengah menatap api, tapi pandanganya jauh entah kemana. Mereka punya beberapa kesamaan. Sama-sama kehilangan rumah, sama-sama kehilangan keluarga.

Yusuf Togiri, Uwak dan keponakannya meninggal akibat gempa. Sedangkan Oleh, kehilangan anaknya. Jangan tanya rumahnya, di Rawacina tak ada satupun rumah yang berdiri utuh.

Letusan-letusan kembang api terdengar, tanda 2022 berlalu. Keduanya tak bergeming. Tidak ada satupun anak-anak yang keluar tenda karena girang mendengar suara kembang api. Meskipun sebenarnya, dari Kampung Rawacina, kembang api berpadu kerlap kerlip lampu kota nampak indah dari ketinggian.

“Tahun baru sebelumnya biasanya di rumah berkumpul dengan keluarga, atau jalan-jalan bersama anak-anak. Sekarang mah mereka di tenda, kedinginan saat hujan. Diungsikan. Suka dukanya, banyak dukanya,” kata Yusuf Togiri, sambil kembali mendorong sampah ke api, agar tak padam.(mg1)

0 Komentar