Selisihnya 3 jam lebih.
Ketika orang Aceh belum mulai salat Asar di sore hari, orang Islam di Jayapura sudah berbuka puasa. Itu karena matahari terbit dari timur. Bukan terlihat dulu dari barat.
Perbedaan jam itu tentu tidak terlalu mencolok kalau matahari terbit dari Selatan –problemnya pindah ke negara seperti Argentina yang memanjang ke selatan.
Tentu posisi bulan yang baru 2 derajat kemarin itu dilihat/dihitung dari satu tempat: Jakarta?
Baca Juga:Pusdai Dipenuhi Jemaah Tarawih, Ridwan Kamil TerharuFrets Butuan Bangga Jadi Bagian Membawa Persib Kembali ke Kompetisi Asia
Padahal dua derajat di Jakarta bisa jadi sudah 8 derajat di Sabang, Aceh. Sebaliknya, dua derajat di Jakarta belum punya derajat di Jayapura atau Makassar.
Atau sebaliknya? Pokoknya, soal apakah bulan sudah terbit berapa derajat itu tergantung dihitung dari wilayah mana di Indonesia ini.
Kita sudah bisa menerima perbedaan antar daerah soal azan Magrib. Bahkan dipublikasikan secara luas pula: Anda bisa tahu di kota apa, azan Magribnya jam berapa. Tinggal lihat di google –dahulu ditempel di dinding-dinding masjid.
Maka sudah saatnya dimulainya puasa pun diatur seperti azan Magrib. Beda kota beda mulai puasanya.
Kian ke barat kian awal hari puasanya. Apalagi bulan puasa sudah tidak dikaitkan lagi dengan libur sekolah atau libur nasional. Kapan saja mulai puasa tidak ada pengaruh sosialnya.
Grup senam saya juga sudah terbiasa: hari apa pun mulai puasanya, tidak berpengaruh pada kegiatan olahraga. Memang ada yang bersuara: puasa-puasa kok olahraga. Saya pun begitu: dulu.
Lalu saya ingat ayah saya: biarpun bulan puasa tetap ke sawah. Mencangkul. Di bawah terik matahari. Punggung telanjangnya seperti terbakar. Sesekali disiram air bercampur lumpur. Tanpa mengenakan baju atau kaus.
Baca Juga:Kemenkes Perluas Layanan Mobile X-ray Pemeriksaan TB ke 7 ProvinsiDiskoperdagin Cianjur Sebut Stok Daging Ayam dan Sapi Aman, Tohari: Cuma harga yang agak sulit dikendalikan
Ayah membanting tulang selama lima jam: pukul 05.00 sampai 10.00. Hanya mengenakan caping dan celana komprang. Sorenya masih mencangkul lagi di pekarangan. Olahraga ini tidak ada beratnya sama sekali kalau saya ingat ayah saya itu.
Rasanya sudah takdir Indonesia untuk sering punya perbedaan waktu puasa atau Lebaran. Selisih tiga jam antara wilayah paling timur dan paling berat membuat perbedaan itu sebagai keniscayaan.