Perang Terigu

Presiden Irpin
ilustrasi disway.(net)
0 Komentar

APA sih maunya Rusia ini? Kok lama banget tidak menyelesaikan serangannya ke Ukraina.

Harga terigu di Indonesia sudah begini tingginya. Juga harga elpiji. Dan banyak lainnya.

Apa juga sih maunya Ukraina ini? Kok begitu-begitu terus. Ini, harga batu bara sudah tak tertahankan.

Baca Juga:Sambangi SDN Cigombong Cibinong, Wabup Cianjur: Siswa Belajar Seperti BiasanyaInacraft 2022 Resmi Dibuka, Presiden Jokowi Ajak Masyarakat Cintai Produk Dalam Negeri

Dan apa sih maunya NATO itu? Seperti membiarkan keadaan digantung tidak menentu.

Sampai-sampai saya baca berita di kantor berita asing, Al Jazeera, kemarin dulu: orang Medan kini lebih sulit mencari Indomie di toko-toko.

Diceritakan di situ: satu orang Medan sangat fanatik Indomie. Ia begitu mengeluhkan kelangkaan Indomie. Harga Indomie yang biasanya Rp 2.300-Rp 2.500 kini menjadi Rp 2.700 – Rp 2.800.

Dua tahu: sulitnya mendapat Indomie itu akibat perang di Ukraina.

Saya pun bertanya ke beberapa sumber yang dekat dengan terigu. Ternyata Indonesia memang impor gandum sangat besar dari Ukraina: 3 juta ton. Setahun. Itu angka tahun 2020.

Anehnya gandum dari negara lain juga terpengaruh. Misalnya yang dari Australia. Ikut terganggu. “Kami kian sulit mendapat gandum dari Australia,” ujar pengusaha terigu di Makassar. “Masih bisa dapat sih, tapi harganya naik drastis,” katanyi. “Naik sampai 50 persen,” tambahnyi.

Kenaikan harga itu membuat pengusaha mie dan roti di persimpangan jalan. Sebagian berani menaikkan harga jual. Sebagian lagi pilih mengurangi produksi.

Hanya sedikit yang berani menurunkan kualitas: dengan cara mengganti bahan baku dengan terigu yang lebih murah.

Baca Juga:Presiden Jokowi Pesan Produk UMKM Jawa Barat untuk Suvenir Delegasi G20BRI Implementasikan Strategi Komunikasi yang Kreatif dan Berempati

Dengan kenaikan harga terigu sampai 50 persen, tidak mungkin tidak menaikkan harga jual. Pada akhirnya. Kecuali perang segera selesai. Terigu kembali normal.

Faktor harga sangat sensitif bagi produk seperti Indomie.

Bisa saja, awalnya, produsen akan memilih menurunkan produksi. Tanpa menaikkan harga. Sekadar untuk mengurangi kerugian. Sekalian untuk merencanakan pembentukan harga baru. Sambil lihat-lihat apa yang dilakukan pesaing.

Di tahap inilah persaingan antar produk menjadi sangat seru. Kini saatnya mereka adu cerdik strategi marketing. Agar kerugian bisa ditekan, tapi pangsa pasar tidak dimakan pesaing.

Tentu dengan perang Ukraina yang seperti slow motion ini, menahan harga tidak akan bisa bertahan lama. Pada akhirnya adalah: laba.

0 Komentar