Cianjurekspres.net – Sebanyak 27 Kabupaten/kota di Jawa Barat sumbang tanah dan air untuk dikirim ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Khusus Cianjur, air dan tanah diambil dari kawasan Cikundul yang ternyata merupakan daerah yang menjadi cikal bakal berdirinya Kabupaten Cianjur.
“Iya untuk IKN, Jabar meminta setiap kabupaten/kota menyerahkan sample tanah dan airnya. Untuk Cianjur dipilih tanah dan air dari Cikundul, Kamis lalu kita serahkan ke provinsi,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pratama Nugraha, kemarin (14/3).
Sementara, Bupati Cianjur, Herman Suherman, mengatakan, Cikundul menjadi lokasi yang dipilih untuk diambil air dan tanah lantaran merupakan tempat cikal bakal terbentuknya Kabupaten Cianjur.
Baca Juga:Mahasiswa Gelar Aksi untuk Sumbang Pemprov JabarSekolah Disegel, Siswa Tak Bisa PTM
Bahkan Bupati Cianjur pertama R. Aria Wira Tanu Bin Aria Wangsa Goparana (1677 – 1691) yang kemudian terkenal dengan nama Dalem Cikundul dimakamkan di sana, tepatnya di puncak Bukit Cijagang Desa Cijagang, Kecamatan Cikalongkulon
Dikutip dari jabarprov.go.id, sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kuku-kunya di tanah nusantara.
Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada.
Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu.