“Maka kita makin memaknai bahwa perusahaan anak itu ada karena untuk menjalankan fungsi dalam rangka value creation terhadap BRI Group. Perusahaan anak setidaknya kita fungsikan, kita perankan untuk men-diversifikasi income. Yang kedua adalah melakukan spreading risk, supaya resiko kita tidak menumpuk di satu item-item. Dan kemudian yang terakhir rasanya kita sadari ialah untuk memperkuat dan memperluas customer base,” papar Sunarso.
Konsolidasi dengan entitas usaha diperkuat untuk mewujudkan visi BRI menjadi Champion of financial inclusion pada 2025. Sembilan anak perusahaan yang terkonsolidasi dengan BRI, kata Sunarso, tengah meningkatkan integrasi dalam rangka menambah value added seluruh produk BRI Group.
Di samping itu, BRI juga terus melakukan transformasi manajerial dan kultur agar dapat meningkatkan tata Kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). Penerapan praktik GCG ini salah satunya tercermin dari pengukuran-pengukuran yang dilakukan pihak independen. Sunarso memberikan apresiasi kepada seluruh Insan BRILian atas pencapaian CGPI (Corporate Governance Perception Index) yang telah bekerja dengan governance yang baik, sehingga saat ini indeks CGPI BRI menjadi yang tertinggi di antara seluruh BUMN.
Baca Juga:Para Kades di Cianjur Demo ke Jakarta, Tuntut Revisi Perpres 104/2021Budi Gunadi Sadikin: Satu Pasien Covid-19 Omicron Ada di Indonesia
Dalam semangat BRIVolution 2.0 yang saat ini berlangsung, Sunarso menekankan pentingnya efisiensi organisasi sekaligus kultur agility. “Organisasi di BRI harus punya agility yang tinggi, maka kemudian hierarki kita sederhanakan menjadi lebih flat dan lebih agile”, tambahnya.
Dalam perjalanan ke-126 ini, BRI terus menaruh atensi terhadap isu-isu krusial, salah satunya Environment, Social and Governance (ESG). Unit khusus akan dibentuk BRI di usianya ke-126 ini sebagai bukti keseriusan BRI dalam mengakomodasi penerapan ESG dalam operasional bisnis perseroan.
“Kemudian juga mengikuti perkembangan di luar bahwa semua investor, semua pemegang saham, semua stakeholder sangat concern terhadap masalah ESG. Kemudian kita juga harus menyesuaikan organisasi kita supaya menunjukkan bahwa kita juga commit dan kita concern terhadap pengelolaan ESG itu, dan ini adalah bagian-bagian dari transformasi,” tutup Sunarso.(rls/hyt)