Ono Surono: Banyak Potensi Konflik, Program KLHK Tak Berpihak Pada Rakyat

Ono Surono: Banyak Potensi Konflik, Program KLHK Tak Berpihak Pada Rakyat
0 Komentar

Cianjurekspres.net – Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono menilai belum ada progres yang signifikan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas program-program yang dijalani pada 2021. Maka itu, dirinya menginginkan adanya perbaikan dari KLHK sebelum menjalankan program untuk tahun depan.

“Fakta yang ada saat ini belum ada progres dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terutama yang berkaitan dengan rakyat,” ujar Ono, Rabu (24/11/2021).

Ono pun masih memertanyakan mengenai peraturan menteri terkait galian C di kawasan Perhutani. Pasalnya, di wilayah Indramayu ada galian C yang diberhentikan dahulu mengingat belum adanya aturan resmi terkait hal tersebut.

Baca Juga:Dekranasda Jabar Bakal Keluarkan Buku TenunGenjot PAD di 2022, Ini Target PAD dari Empat Perusahaan Milik Daerah di Cianjur

“Saya dengar masih disegel, tapi saya belum cek ke lapangan, apakah terjadi kembali aktivitas atau tidak, tapi informasinya segelnya belum dicabut,” imbuh Ono.

Selain itu, Ono mengaku belum mendapat progres terkait perusahaan yang telah mengajukan lahan pengganti atau kompensasi. Hal ini menjadi perhatian, lantaran berpotensi menjadi konflik horizontal bila tidak dilakukan sesegera mungkin.

“Salah satu yang sudah mengajukan adalah PT Antam di Garut, yang lain bagaimana progresnya? Saya ingin laporan perkembangannya, jangan terus diulur-ulur, karena mereka (perusahaan) menunggu aturan yang satu tahun setelah peraturan menteri akan menjadi PNBP kompensasi bukan menyiapkan lahan pengganti,” beber Ono.

Ono mendorong hal ini harus segera dituntaskan karena berpotensi menimbulkan konflik lahan. Ono mencontohkan konflik lahan sempat terjadi dan menimbulkan korban dari masyarakat di Indramayu.

Kasus bermula dari lahan tebu PG Jatitujuh yang dulunya adalah kawasan hutan dan dikelola oleh PT Perhutani. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan PG Jatitujuh wajib memberikan lahan pengganti.

Tetapi, lahan pengganti itu tidak pernah diberikan sampai dengan habisnya masa HGU. Saat itu muncul reaksi dari masyarakat menuntut PG Jatitujuh untuk segera memberikan lahan pengganti atau HGU lahan tebu dicabut dan lahan tebu itu dijadikan hutan kembali.

Pemerintah pusat khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mempunyai kewenangan terhadap lahan pengganti atau perubahan fungsi hutan dipastikan sudah mengetahui permasalahan ini sejak lama termasuk potensi-potensi konflik antara PG Jatitujuh dan masyarakat.

0 Komentar