Anggota DPR RI Fraksi PKS Kritik Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bisa Gunakan APBN

Anggota DPR RI Fraksi PKS Kritik Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bisa Gunakan APBN
0 Komentar

Cianjurekspres.net – Anggota DPR RI Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, mengkritik terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).

Dimana dalam Perpres terbaru tersebut terdapat beberapa perubahan regulasi, diantaranya menyebutkan proyek KCJB dapat dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal ini menurutnya, berlawanan dengan peraturan sebelumnya dimana pada pasal 4 ayat 2 dinyatakan bahwa Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah.

Baca Juga:Digitalisasi, Senjata Utama BRI Hadapi Tantangan Bisnis Mikro dan Ultra MikroTips Aman Berkendara Melewati Jalan Rusak dan Berlubang

“Perpres baru hanya akal-akalan Pemerintah untuk menggunakan dana APBN untuk menyuntik proyek KCJB,” ujar Ecky dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/10).

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menjelaskan, bahwa skema pendanaan yang tertuang dalam Perpres baru berupa penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium badan usaha milik negara dan/atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium badan usaha milik negara, akan membuat APBN semakin berat.

Legislator asal Daerah Pemilihan III Jabar ini menilai proyek infrastruktur KCJB memiliki perencanaan yang tidak matang. Seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030.

“Serta adanya ketergesa-gesaan Pemerintah dalam memutuskan proyek kereta cepat ini menyebabkan perhitungan dalam studi kelayakan kereta cepat tersebut menjadi tidak akurat,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan Ecky, dalam proses pembangunannnya, KCJB mengalami pembengkakan biaya (cost overrun). Awalnya, estimasi biaya proyek kereta cepat berkisar US$6,1 miliar, kemudian terjadi lonjakan sebesar US$4,9 miliar atau setara dengan Rp69 triliun.

“Lonjakan biaya yang muncul akibat perhitungan anggaran EPC yang tidak akurat, pengukuran lahan tidak tepat, keterlambatan proyek, serta biaya pendukung lainnya yang luput dianggarkan di awal,” tandasnya.

Ecky menyebutnya sebagai bukti buruknya perencanaan Pemerintah dalam proyek ini. Selain itu, dirinya juga menuntut harus adanya audit investigasi terhadap proyek yang disinyalir akan merugikan keuangan negara.

Baca Juga:Survivor Kanker Anak Sebut Jimin BTS Menjadi Salah Satu Penyemangat SembuhKolaborasi BRI & Fintech, Berikan Layanan Pembayaran Mudah dan Aman pada Digital Ekosistem

Kondisi tersebut jelas ironi dengan kondisi APBN yang saat ini masih harus fokus pada penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN).

0 Komentar