Cianjurekspres.net – Sejumlah pihak mempertanyakan anggaran penggunaan pembelian paket sembako untuk Bantuan Sosial (Bansos) dari belanja tak terduga (BTT) Covid-19 pada tahap II. Sebab, banyak sekali kejanggalan pada realisasi pembelian paket bahan pangan.
Hingga saat ini alokasi anggaran Bansos BTT Covid-19 untuk peket sembako tidak diketahui secara pasti. Tidak ada keterbukaan anggaran dari Pemkab Cianjur soal penggunaan dana dari uang rakyat tersebut.
Namun, estimasi penggunaan anggaran paket sembako diperkirakan mencapai Rp13.023.000.000 jika dihitung dari pembelian Rp150 ribu per paket untuk 86.820 penerima khusus untuk tahap II.
Baca Juga: Pencairan Dana Bansos Tahap II Pemkab Cianjur di Hari Terakhir Tanggap Darurat, Ada Apa?
Direktur Eksekutif Cianjur Aktivis Independen (CAI), Farid Sandi, mengatakan,menyikapi dari pemberitaan sebelumnya di Koran Cianjur Ekspres edisi, Rabu 3 Mei 2020 berjudul
“Pencairan Dana Bansos Terkesan Dipaksakan” dan Kamis, 4 Mei 2020 dengan judul “Usut Dugaan Korupsi Paket Sembako Pemkab” sudah dipastikan banyak kejanggalan. Mulai dari rapat terbatas dan tertutup, pencairan dana, pembelanjaan bahan pangan, hingga pendistribusian paket sembako.
“Seharusnya rapat tidak perlu tertutup. Tidak perlu ada rahasia-rahasiaan, kan itu uang rakyat,” kata dia kepada Cianjur Ekspres, Minggu (7/6/2020).
Farid menyebutkan bahwa hal itu bertentangan dengan Undang-Undang keterbukaan informasi publik. Harusnya, rapat dilakukan terbuka dan didampingi oleh aparat penegak hukum dalam setiap prosesnya.
Apalagi, kata dia, pada pemberitaan sebelumnya ada rapat terbatas pada 26 Mei 2020 di Kantor Inspektorat Daerah (Itda) Kabupaten Cianjur dengan beberapa instansi dan APH untuk memberikan pendapat soal pencairan anggaran Bansos BTT. Lalu ada rapat tertutup pada 27 Mei 2020 mengenai realiasi harga, SK penerima bantuan dari bupati, sampai teknis pencaiaran dana. Dan 28 Mei 2020 rapat soal kesepakatan secara keseluruhan. Sedangkan pada 29 Mei 2020 anggaran Bansos BTT Covid-19 untuk peket sembako dicairkan, dimana pada tanggal tersebut merupakan hari terakhir masa tanggap darurat (TD).
“Yang lebih janggal, kenapa rapat pada 27-28 Mei dilakukan di Kantor DPM-PTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Apa hubungannya dengan kantor perizinan? Atau Pemkab tidak memiliki lagi gedung untuk melakukan rapat?” ungkapnya.