Kisah Keluarga Pensiunan Satpol PP Huni Rumah Panggung Reyot di Pinggir Jurang di Cianjur

Kisah Keluarga Pensiunan Satpol PP Huni Rumah Panggung Reyot di Pinggir Jurang di Cianjur
0 Komentar

Cianjurekspres.net – Endang Suparta merupakan pensiunan PNS dari Satpol PP pada 2003 silam. Namun tak berarti dirinya bersama anak dan cucunya memiliki kehidupan yang berkecukupan. Faktanya mereka menghuni rumah panggung ukuran 7×5 meter yang nyaris roboh di Kampung Gintung RT 01/RW 08 Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang.
Rumah sekecil itu dihuni tiga kepala keluarga (KK), yakni Endang Suparta dan Milah Jamilah, lalu anaknya Asep Sumpena (56) bersama istri berserta anaknya empat orang, serta Iis Nurhimat (47) dan suaminya Wawan Setiawan (49) berserta kelima anaknya.
Posisinya rumahnya pun berada di pinggiran tebing setinggi 30 meter. Berbahaya. Namun, keadaan yang memaksa mereka untuk tinggal rumah reyot tersebut dan tidur berdempetan.
“Di rumah ini saya tinggal 11 orang. Yakni, saya pribadi bersama istri, adik saya Iis Nurhimat bersama suaminya Wawan Setiawan, dan anak-anaknya. Jadi ada tiga keluarga yaitu orangtua saya, adik saya, dan saya pribadi,” tutur Asep Sumpena, anak paling besar dari Endang, Minggu (26/4/2020).
Asep mengatakan, jika ayahnya Endang Suparta seorang pensiunan PNS dengan dinas terakhir sebagai Satpol PP di Kabupaten Sukabumi. Menurutnya, pulang ke Kampung Gintung, Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang dikarenakan tempat kelahiran ayahnya (Endang, red).
“Rumah yang ditempati ini merupakan peninggalan kakek dan nenek saya dulu,” katanya.
Asep dan adiknya Iis Nurhimat tidak mempunyai rumah sendiri, dengan begitu ia bersama anak-anaknya terpaksa harus tinggal numpang bersama kedua orangtuanya. “Saya tinggal di rumah ini sekitaran tahun 2005 silam,” ujarnya.
Asep mengatakan, jika siang hari, semuanya beraktivitas sebagai pekerja serabutan. “Kami di sini tidak punya kerja tetap, kalau ada tetangga yang menyuruh bekerja, alhamdulillah,” paparnya.
Sebelumnya, ia mengurus sawah peninggalan almarhum kakek dan neneknya. Namun semenjak sawahnya tergerus air dan longsoran, dirinya saat ini tak lagi bisa mengurus ladangnya tersebut. “Dulu, saya biasanya mencoba untuk bercocok tanam di lahan kurang lebih 200 meter, milik almarhum. Tapi karena tertimbun longsoran, jadinya tak bisa lagi mengelolanya, karena tak punya modal untuk memperbaikinya,” terang Asep.
Asep mengaku, jika dirinya tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Baik itu prgram keluarga harapan (PKH), BPNT, Rastra, dan saat ini program bantuan Covid-19. “Saya pribadi, tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, baik itu PKH, Rastra, BPNT, dan bantuan-bantuan lainnya,” jelas Asep.

0 Komentar