Dan apabila tidak menghentikan kegiatan penggunaan lahan aset tanah milik PT BPWC, pihak BPWC akan bekerja sama dengan Satpol PP Kabupaten Cianjur, dan aparat TNI, Polri akan melakukan penutupan dan pembongkaran secara paksa.
Di sisi lain, Sudar, 38, pemilik kolam jaring apung (KJA) di Blok Jatinenggang, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, mengaku tak dapat uang pengganti setelah dua unit KJA-nya dieksekusi. Dia sendiri memiliki 11 unit, dan yang tersisa saat ini ada 9 unit KJA.
“Setelah dieksekusi, saya tidak dapat uang pengganti sepeser pun,” kata Sudar saat ditemui di Waduk Jangari kepada Cianjur Ekspres, Kamis (15/11).
Sudar mengatakan, dirinya sejak 1998 menggeluti dan berusaha untuk memiliki KJA tersebut. Berawal dari satu petak dan terbuat dari bahan bambu, Sudar merintis usahanya hingga saat ini dirinya memiliki 11 KJA dan tersisa tinggal 9 unit KJA karena yang dua unitnya sudah dieksekusi tim satgas dari BPWC.
Sudar mengaku, dua bulan ke belakang sebelum dilakukan eksekusi oleh petugas, memang sempat diberikan kabar bahwa kolamnya akan dieksekusi. Tapi Sudar tidak pernah untuk menyetujui dan menandatangani surat pernyataan.
“Memang saya dikasih tahu bahwa kolam yang dua unit itu akan dieksekusi, tapi saya tidak pernah setuju,” katanya.
Padahal, menurut Sudar, pembuatan satu unit KJA itu bisa mencapai Rp 30 juta. Mulai dari besi, drum pelampung, jaring, dan satu saung untuk memberikan pakan ikan.
“Kalau bikin rumah juga, ukuran 4 x 6 bisa menghabiskan Rp 20 juta. Artinya biaya yang dikeluarkan lebih dari Rp 50 juta.
Menurutnya, bukan uang pengganti yang ia dapat, akan tetapi uang sebesar Rp 700 ribu itupun dari hasil penjualan besi sisa eksekusi. Sudar berharap pemerintah jangan melanjutkan penertiban petani KJA, melainkan di tata rapih dan petani pun akan siap menerimanya.(yis/red)