Penertiban KJA Jangari Menyimpang

CIANJUR – Puluhan petani kolam jaring apung (KJA) Waduk Jangari mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Cianjur, Rabu (7/11). Mereka meminta agar penertiban KJA yang dilakukan tim satuan khusus (Satgas) dari Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) Provinsi Jawa Barat diberhentikan sementara.

Koordinator Petani KJA Jangari, H Hamdan, mengatakan, mewakili masyarakat petani KJA yang ada di Waduk Cirata bahwa penertiban yang dilakukan oleh tim satgas tidak tepat sasaran. “Kedatangan kami ke Gedung DPRD ini, ingin menyampaikan keluhan kami dari para petani KJA di Jangari,” kata H Hamdan kepada wartawan, Rabu (7/11).

Hamdan mengatakan, penertiban seharusnya terlebih dilakukan terhadap kolam-kolam yang tidak produktif, dan sampah-sampah yang masih berserakan di atas permukaan genangan Waduk Cirata di Jangari. Akan tetapi, kata dia, saat ini tim satgas malah melakukan penertiban terhadap kolam-kolam yang masih produktif. Hal tersebut sudah sangat jelas menyalahi kesepakatan di awal sebelum dilakukan penertiban atau eksekusi.

“Kalau mau ditertibkan saya sebagai petani sangat mendukung sekali. Namun kalau saya lihat di sini ada kekeliruan. Kalau berdasarkan kesepakatan awal, penertiban diutamakan terhadap kolam-kolam yang sudah tidak aktif dan sudah tidak ada pemiliknya. Tapi kenyataan di lapangan lain,” katanya.

Pihaknya meminta kepada anggota DPRD Kabupaten Cianjur agar bisa menegahi dan untuk memberhentikan sementara penertiban yang dilakukan oleh tim satgas.

“Kami ingin agar penetiban KJA untuk sementara diberhentikan, dan kami juga meminta agar surat edaran yang telah di sebar agar direvisi ulang. Dengan begitu nantinya bisa kembali di sosialisasikan kepada semua petani KJA,” ujar Hamdan.

Hamdan mengatakan, saat ini penertiban yang sudah dilakukan oleh tim satgas sudah 15 persen dari target 75 persen. “Kalau saya mendengar informasinya akan di zero kan, dan targetnya sendiri hingga tahun 2022,” katanya.

Total keseluruhan KJA yang ada di Waduk Cirata Jangari kurang lebih ada 73.500 unit. Menurut Hamdan, dari total 20 persennya KJA sudah tidak bertuan atau sudah tidak aktif.

“Yang terjadi penertiban malah diutamakan kolam-kolam yang masih aktif. Saya minta sebelum ada kepastian hukumnya jangan dulu dilakukan pebertiban. Apalagi rencana penertiban efektifnya itu di tahun 2019, tapi sekarang malah sudah dilakukan,” keluhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cianjur, Andri Suryadinata, mengharapkan satuan tugas dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menghentikan sementara penertiban kolam jaring apung (KJA) di kawasan Jangari. Hal itu diungkapkan Andri setelah beraudiensi dengan perwakilan petani ikan dan warga pemilik KJA di ruang rapat gabungan Kantor DPRD Kabupaten Cianjur, Rabu (7/11).

Menurut dia, pihaknya akan menindaklanjutin setiap keluhan atau aspirasi dari para petani dan pemilik lokal KJA. Bahkan jika diperlukan, pihaknya bakal mengirimkan surat ke satgas dan Pemprov Jabar.
“Tentunya kami perlu berembuk dulu, baik dengan komisi II yang menjadi tupoksinya atau dengan unsur pimpinan. Jika perlu kami kirim surat ke provinsi,” kata dia kepada Cianjur Ekspres, Rabu. (7/11).

Menurutnya, penertiban tersebut erat kaitannya dengan kepentingan rakyat kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari budidaya ikan di kawasan Jangari, menggunakan KJA.

Dalam beberapa kali pertemuan, satgas dan pihak provinsi menyebutkan KJA yang bakal ditertibkan ialah yang di atas lima dan lama tidak digunakan. Sayangnya di lapangan, semuanya dipangkas.

“Makanya kami minta penertiban ini dihentikan dulu, hingga aturan dan pelaksanaan di lapangan ya jelas. Minimalnya kembali da audiensi dengan para pemilik KJA, ” ucapnya.

Dia juga mengharapkan pemerintah juga telah menyiapkan solusi bagi para petani dan pemilik KJA pascapenertiban. Pasalnya, penertiban akan banyak berdampak pada perputaran ekonomi dan pendapatan bagi warga sekitar.

“Jangan sampai ketika setelah ditertibkan, tidak jelas mereka mau diapakan. Sebab, belum ada solusi terbaik ya seperti apa. Itu yang kami khawatirkan,” ucapnya.

Dia menambahkan, pemerintah juga mesti menjelaskan kajian ilmiah jika KJA juga menjadi penyebab pencemaran lingkungan terutama untuk DAS Citarum. Pasalnya, penertiban didasari pada aturan tentang ciratum harum.

“Kami sampai sekarang belum dapat kajian ya, apakah memang benar turut mencemari Citarum. Kalau ternyata tidak berdampak , apa lagi dasar hukum yang dijadikan landasan,” pungkasnya. (yis/bay/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *