Sejak Gempa Cianjur Tiga Tahun Silam, Fitria dan Anaknya Masih Tinggal di Tenda Huntara

Sejak Gempa Cianjur Tiga Tahun Silam, Fitria dan Anaknya Masih Tinggal di Tenda Huntara
Abah Ati (55) saat memperlihatkan kondisi tenda darurat atau huntara yang ditinggali Fitria dan dua anaknya selama tiga tahun terakhir di Kampung Pamempeuk RT 02/ RW 03, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Rabu 5 November 2025. (Fauzi Noviandi/Cianjur Ekspres)
0 Komentar

CIANJUR, Cianjur.jabarekspres.com – Satu keluarga penyintas gempa bumi 2022 di Kampung Pamempeuk RT 02/RW 03, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur masih tinggal di tenda darurat atau yang sering disebut hunian sementara (huntara), karena belum tersetuh bantuan pemerintah.

Bahkan, keluarga tersebut harus menyisihkan uang sebesar Rp1 juta per tiga bulan untuk membeli terpal yang rusak.

Tenda darurat yang berukuran sekitar 7×5 meter itu dihuni pasangan suami istri, Dadan (36) dan Firtria (31) serta kedua anaknya yang masih duduk di bangku SMP dan TK.

Baca Juga:Dewan: MBG Turunkan Angka Pengangguran di CianjurRamzi Tekankan Kesiapan Seluruh Elemen Hadapi Risiko Bencana Hidrometeorologi

“Semenjak awal gempa 21 November 2022 lalu, kita tinggal di tenda huntara sampai sekarang. Tapi suami (Dadan) bekerja di Bekasi, dan pulang setiap dua minggu sekali,” kata Fitria pada Cianjur Ekspres, Rabu, 5 November 2025.

Hingga saat ini lanjut Fitria, pemerintah dan pihak terkait belum memberikan kejelasan, soal hak untuk mendapatkan bantuan dana stimulan perbaikan rumah yang terdampak gempa bumi 2022.

“Waktu awal gempa, banyak dari beberapa pihak yang meminta dokumen persyaratan dan mengecek kondisi rumah, tapi sampai sekarang bantuan jenis apapun tidak ada sama sekali,” kata dia.

Fitria mengungkapkan, dirinya pun terpaksa harus menyisihkan uang untuk membeli terpal dan kebutuhan perbaikan tenda.

“Selama tiga tahun ini, setiap perbaikan huntara biayanya hampir mencapai Rp1 juta. Satu kali pergantian terpal itu bisa membeli tiga lembar terpal,” kata dia.

Untuk menghemat biaya perbaikan tenda kata dia, Fitria dibantu ayahnya, Abah Ati (55). Bahkan, ayahnya harus menggunakan beberapa balok kayu bekas rumahnya yang hancur tiga tahun lalu untuk membuat rangka tenda huntara.

“Kalau balok kayu itu dari rumah yang dulu roboh, kadang dari tetangga juga. Sekarang pun tenda mau diperbaiki lagi, lantaran sudah banyak yang bocor, dan kayu juga telah rapuh dan patah,” kata dia.

Baca Juga:Lagi! BPSK Kembali Terima Aduan Terkait Dana Tak Bisa Dicairkan di LKM Akhlakul KarimahLBH Mantra Audensi ke ATR/BPN Cianjur, 22 Permohonan Eks HGU Sindangjaya Dinyatakan Clear

Selain itu, selama tinggal di tenda huntara, anak bungsunya yang baru berusia 4 tahun sering sakit demam, flu dan batuk. Bahkan tak jarang beberapa hewan liar masuk ke dalam tenda.

“Katak sampai ular pernah masuk, tapi tidak sampai melukai. Kalau musim hujan sekarang kondisi di dalam tenda sering bocor, terlebih jika disertai angin kencang, sering terguncang,” kata dia.

0 Komentar