SUKABUMI, CIANJUR.JABAREKSPRES.COM- Lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter, pengetahuan, dan keterampilan setiap peserta didik. Namun, peran tersebut tidak hanya terbatas pada aspek akademik semata.
Lembaga pendidikan juga harus menjadi benteng perlindungan bagi para pelajar, terutama dalam menghadapi ancaman kekerasan seksual yang bisa terjadi di lingkungan lembaga pendidikan maupun di luar, mengingat mereka masih berstatus sebagai pelajar.
Kekerasan seksual terhadap pelajar merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang dapat meninggalkan dampak psikologis dan fisik jangka panjang. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus berperan aktif sebagai pelindung yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi peserta didik.
Baca Juga:Link Nonton Film Petaka Gunung Gede, Cek Disini!Selamat Atas Kelahiran Putri Pertama Mahalini dan Rizki Febian
Pendidikan bukan hanya bertujuan untuk membekali pelajar dengan pengetahuan akademik, tetapi juga untuk membangun kesadaran serta pemahaman mereka mengenai hak-hak mereka, termasuk hak atas perlindungan dari kekerasan seksual.
Lembaga pendidikan juga perlu bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak, pihak kepolisian, serta organisasi masyarakat lainnya untuk menciptakan jaringan dukungan yang lebih luas bagi pelajar.
Kolaborasi ini penting untuk memastikan bahwa penanganan kekerasan seksual tidak hanya berhenti di tingkat lembaga pendidikan, tetapi juga mendapat perhatian dari berbagai pihak yang memiliki kapasitas dalam memberikan perlindungan lebih lanjut.
Lembaga pendidikan akan berpikir dua kali ketika kekerasan seksual terjadi di luar lingkungan sekolah. Hal ini tidak sesuai dengan amanat Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta berhak merasa aman dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Dalam konteks ini, setiap pelajar berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan seksual, baik di dalam maupun di luar lingkungan pendidikan.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (1), “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Maka, selama mereka mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan, mereka tetap berstatus sebagai pelajar dan berhak mendapatkan perlindungan.