cianjur.jabarekspres.com, ANT – Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemimpin dalam industri solar fotovoltaik atau solar PV, terutama di Asia Tenggara, berkat potensi energi surya yang sangat besar.
Pada “Indonesia Solar Summit 2024” di Jakarta bulan ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menekankan pentingnya memperluas pengembangan industri energi hijau, termasuk energi surya, guna mempertahankan status Indonesia sebagai eksportir energi dan membangun industri energi yang berkelanjutan.
Langkah ini tidak hanya penting untuk memenuhi target transisi energi Indonesia, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan bakar fosil, yang selama ini menjadi salah satu tumpuan perekonomian Indonesia.
Baca Juga:IKN: Peluang Emas Investasi dan Pembangunan BerkelanjutanIndonesia dan Polandia Bergabung Kembangkan Industri Game
Berdasarkan data dari Bank Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ekspor bahan bakar fosil Indonesia pada 2023 mencapai angka yang signifikan. Ekspor batu bara tercatat mencapai 518 juta ton dengan nilai 43 miliar dolar AS.
Sementara itu, ekspor gas pipa mencapai 181 juta metrik british thermal unit (MMBTU) dan ekspor LNG mencapai 474 juta MMBTU, dengan total nilai 8 miliar dolar AS.
Luhut menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, meliputi energi surya, angin, hidrogen, bioenergi, panas bumi, dan energi laut.
Potensi energi surya saja mencapai 3.286 GW, sedangkan potensi energi angin, hidrogen, bioenergi, panas bumi, dan laut masing-masing sebesar 155 GW, 95 GW, 57 GW, 24 GW, dan 20 GW. Namun, produksi energi terbarukan saat ini masih terbatas, hanya sekitar 7 GW.
Dalam upaya mengembangkan industri energi hijau, Indonesia pada 2023 telah menandatangani kerja sama dengan Singapura untuk pengembangan industri energi terbarukan, termasuk produksi panel surya dan sistem penyimpanan energi baterai (battery energy storage system/BESS).
Kerja sama ini telah menarik investasi signifikan di sektor energi hijau, khususnya dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan rantai pasok baterai.
Total investasi yang diperoleh mencapai puluhan miliar dolar AS, termasuk 30–50 miliar dolar AS dari perusahaan pengembang energi, 1,7 miliar dolar AS dari produsen panel surya, dan 1 miliar dolar AS dari produsen baterai dan inverter.