“Selain itu, ada kendala juga untuk ISP jika memasang di Kabupaten Cianjur dengan kontur daerah perbukitan, sehingga untuk menarik jaringannya perlu biaya besar dan tentunya akan ada perbandingan harga yang cukup mahal. Sehingga muncul wifi ilegal atau RT RW Net,” tuturnya.
Benny mengimbau masyarakat agar tidak segan melaporkan keberadaan wifi ilegal kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Cianjur, Irfan Jamil, menuturkan bahwa aspek kontribusi untuk daerah perlu dipertimbangkan.
Baca Juga:BPJamsostek Cianjur Serahkan Santunan JKM dan JHT kepada Ahli Waris Dosen Unsur Sekda Herman Suryatman Dorong BUMDes dan BUMDesma Kuatkan Eksistensi, Melawan Rentenir/Bank Emok
“Keberadaan WiFi ilegal tersebut belum tentu memberikan kontribusi untuk daerah ataupun negara. Dalam konteks ini, khusus di Cianjur, di satu sisi berguna bagi masyarakat dalam akses internet, tetapi dalam hal yang lain juga seperti ketaatan regulasi harus ditempuh,” jelasnya.
Irfan meminta pemerintah daerah untuk mencari penyebab maraknya bisnis wifi ilegal dan memahami aturan atau regulasi yang ada di bidang telekomunikasi.
“Setahu saya, kalau yang resmi itu ada area khusus, tetapi kalau yang ilegal itu tidak ada. Ke depan Diskominfo Cianjur harus ekstra bekerja keras, apakah ada kebocoran juga dalam pendapatan daerah atau tidak?” tuturnya.
Dia juga menegaskan pentingnya upaya penertiban oleh pemerintah daerah terhadap keberadaan wifi illegal, menurutnya, jika perlu bisa dibuatkan perda yang berkaitan dengan praktik penjualan wifi ilegal di Cianjur.
“Harus ada upaya penertiban, karena ini yang dipertaruhkan adalah nama daerah juga. Jika dibiarkan, peran pemerintah daerah tidak hadir. Sehingga jika regulasinya diterapkan, pasti akan lebih tertata dan memberikan keuntungan ke daerah juga,” tegasnya.
Seperti halnya di daerah lain, lanjut Irfan, yang mana pihak pemerintah daerah sudah lebih dulu melakukan penertiban terhadap wifi ilegal.
Diketahui, penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar atau ilegal sebagaimana diatur pada Pasal 47 jo. Pasal 11 ayat (1) UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi yang telah diubah dengan UU No.6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP, bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1,5 miliar.(Mg1)