Menurut Ahmad, pada persyaratan inilah yang kemungkinan dirasa memberatkan para penggiat usaha yang menggunakan air tanah. Pasalnya, jika pada izin sebelumnya suatu kegiatan usaha tidak mencantumkan data kontruksi sumur bor, maka harus membongkar dan melakukan bor hole camera ulang untuk mengukur kedalaman yang ditetapkan minimum 40 meter dari permukaan tanah.
“Bagi yang sudah menyertakan data kontruksi sumur bor, mungkin tidak akan terlalu kesulitan. Tapi yang belum menyertakan, diharuskan lakukan pemeriksaan ulang untuk membuat data konstruksi sumur bor untuk nantinya dicantumkan di dalam Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA),” kata Ahmad.
Selain harus melakukan pembongkaran ulang, data konstruksi sumur bor pun harus dilakukan oleh konsultan yang memakan biaya besar. Kata Ahmad, biaya membuat data konstruksi sumur bor bisa memakan Rp 20 juta. Karena dalam data konstruksi tersebut harus memastikan posisi saringan sumur bor tidak terlalu dangkal agar tak mengganggu sirkulasi air sekitarnya sehingga ditetapkan kedalaman minimal 40 meter.
Baca Juga:Banyak Perusahaan Masih Gunakan Air Tanah Secara IlegalPemkab Akan Dirikan Mal Pelayanan Publik
Selain bor hole camera, data konstruksi sumur bor pun harus disertai hasil uji pemompaan untuk mengukur jumlah air tanah yang bisa disedot dan dimanfaatkan agar tak melebihi batas aman penggunaan air tanah.
“Jadi ada dua yang harus dilakukan untuk data konstruksi sumur bor. Pertama bor hole camera dan uji pompa. Jika si pengusaha sebelumnya tak memiliki data tersebut, harus membongkar ulang pompa dan data konstruksi sumur bor pun dikeluarkan oleh konsultan bukan Dinas ESDM. Disitu juga ada risiko pekerjaan, kalau ada kesalahan dalam pekerjaan akan mengakibatkan kerugian. Yang saya tahu biayanya sampai Rp 20 juta. Itu yang mungkin dirasa dianggap mahal para pengusaha yang memanfaatkan air tanah. Itu bukan biaya izin tapi biaya syarat,” ungkap Ahmad. (zan)