“Maaf mungkin selama ini sudah terlalu enak ya belanja bukunya. Kalau dulu ada istilah ‘beli kuitansi’, semenjak ada forum ini kita berupaya meminimalisir itu, belanja buku ya sesuai dengan kebutuhan siswa dan sesuai dengan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tersedia,” katanya.
Sementara itu Kepala Sekolah SD Aisyiyah Islamic Centre Cianjur, Sri Riyanti Rahayu saat dihubungi terpisah mengakui pembelian buku pendamping dilakukan karena isi bukunya dianggap bagus, tidak ada pertimbangan lain.
“Kebetulan ada yang datang dari penerbit menawarkan buku. Setelah kita lihat kualitas bukunya sepertinya lebih bagus dan isinya juga. Tidak ada pertimbangan lainnya, apalagi kalau itu masalah komisi, kita sesuaikan saja dengan kebutuhan,” kilahnya.
Baca Juga:Program BSPS Diduga DipungliAtlet Pelajar Cianjur Akan Ikuti O2SN Tingkat Jabar
Berbeda dengan Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ibu Jenab 2, Tita Rosita. Pembelian buku LKS di sekolahnya dilakukan atas permintaan orang tua. Pihaknya hanya ketitipan dari penerbit.
“Saya ini masih baru, saya lihat ada buku, dari pada hilang kita amankan,” katanya.
Guru SDN Ibu Jenab 2 Denty mengakui ia hanya mendistribusikan buka LKS tersebut melalui komite kelas sesuai dengan permintaan. “Ini hanya sesui dengan permintaan saja, tidak beli juga tidak apa-apa,” kata Denty.
Berbeda dengan pengakuan orang tua siswa, mereka secara tidak langsung dianjurkan untuk membeli buku tersebut. “Memang tidak ada paksaan untuk membelinya. Tapi buku sudah disiapkan, akhirnya pada beli,” kata orang tua murid SDN Ibu Jenab 2.
Hanya saja harga buku LKS yang ‘dijual’ di sekolah jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga buku melalui pesanan online. “Bukunya lebih mahal, kita harus beli Rp30 ribu, padahal kalau melalui online jauh lebih murah,” katanya. (sri)