CIANJUREKSPRES – 1 MUhrram merupakan peringatan tahun baru islam kalender Hijriyah. Tahun baru 1445 H bertepatan pada Rabu, 19 Juli 2023 yang sudah memeriahkannya sejak Selasa, 18 Juli 2023 malam.
Di sejumlah wilayah Indonesia, merayakan tahun baru islam ini adalah sebuah kewajiban atau tradisi yang melekat pada suatu masyarakat daerah.
Tradisi unik tahun baru Islam banyak dijumpai di daerah Jawa. Ini tidak terlepas ada kesamaan sistem penanggalan kalender Hijriyah dengan Jawa.
Baca Juga:Honda Luncurkan Motor Adventure CB 150 X yang Gagah dan Canggih!Unik! Inilah Beberapa Tradisi Tahun Baru Islam yang Seru
Selain Jawa, daerah lain juga banyak yang masih melestarikan kearifan lokal untuk memeriahkan tahun baru Islam atau Muharram. Tradisi tersebut masih tren hingga saat ini.
Berikut sejumlah tradisi saat perayaan tahun baru Islam dan Muharram di sejumlah daerah di Indonesia
1. Kerbau Bule
Di Keraton Surakarta selalu mengadakan kirab kebo bule atau kerbau bule setiap tahun baru islam yaitu 1 Muharram.
Kebo bule merupakan hewan kesayangan susuhunan atau sunan dan menganggapnya sebagai lambang rakyat kecil, khususnya petani.
Saat kirab, sejumlah kerbau diarak keliling kota yang lalu keluarga keraton mengiringinya.
Di dalam tradisi kirab, benda pusaka peninggalan Dinasti Mataram, seperti tombak, keris, dan sebagainya, diarak sembari kawal oleh kebo bule.
2. Tabot
Tradisi ini Tabot berasal dari Bengkulu dan digadang-gadang sudah ada sejak lama karena melakukannya oleh Syeh Burhanuddin.
Acara ini juga rayakan untuk mengenang kepahlawanan serta wafatnya cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali Abu Thalib.
Baca Juga:Jalur Terhenti Disebabkan Insiden Tabrakan KA Tronton Pasar Senen-BlitarBupati Minta Kecurangan PPDB Ditindak Tegas
Pada awalnya, upacara satu ini membawa oleh penyebar agama Islam di Punjab, India, ke Indonesia ketika masa penjajahan Inggris.
Banyak yang percaya jika Tahun Baru Islam tak dirayakan, maka akan terjadi musibah.
3. Mubeng Beteng
Menyambut tahun baru islam 1 Muharram di Yogyakarta selalu memeriahkannya dengan tradisi Mubeng Beteng.
Pelaksanaan acara ini biasanya peserta mengelilingi kompleks keraton Yogyakarta. Mereka melakukan itu tanpa bicara atau bersuara, makan, dan minum.
Saat menjalani ritual, para peserta dilarang berbicara satu sama lain dan hanya perbolehkan untuk memanjatkan doa permohonan keselamatan lahir dan batin serta kesejahteraan bagi diri sendiri, keluarga, dan bangsa.