Menurut Azis, ketika sedang tren, silat ini akan digandrungi. Sementara, saat tidak tren maka pesilatnya pun akan menyusut.
Namun, dengan blak-blakan ia pun mengakui, jika bela diri ini memang tidak akan menjadi besar seperti perguruan bela diri lainnya. Hal itu sebabkan, Maenpo berbeda dengan bela diri lain yang memiliki penerus atau orang yang menekuni.
”Sementara Maenpo, untuk mengajar 10 orang saja susah. Karena, ketika bela diri lain mengandalkan kekuatan, Maenpo Cikalong mengandalkan rasa. Mungkin, itu yang mempengaruhi minat orang untuk menekuninya,” ucapnya.
Baca Juga:Lagu Mamaos, Tembang Cianjuran yang TersohorJulukan Cianjur Kota Santri, Simak Sejarah Singkatnya!
Banyak orang yang jarang berkeinginan memperdalam silat dengan rasa. Padahal, hal itu dapat memperdalam dan bahkan dinilai lebih ampuh untuk praktik bela diri. Akan tetapi, ia tidak pernah menyayangkan hal tersebut, ia justru merasa Maenpo tidak harus besar.
”Jangan berpikir kuantitas, tapi kualitas. Jadi, pesilat Maenpo itu harus jadi orang ketika sudah menekuni silat ini. Ilmu yang diajarkan tersampaikan, membina supaya ilmunya teleb (dalam),” ujar dia.
Mengajar Maenpo
Oleh karena itu, saat ini ia membantu dua muridnya terus aktif untuk mengajarkannya kepada generasi muda. Proses pembelajarannya tidak bisa dilakukan secara serentak, karena Maenpo perlu diajarkan kepada satu per satu pesilat dengan cara dicabakan (disentuh).
Hal itu, akan lebih efektif daripada memberikannya langsung secara bersamaan kepada pesilat.
Ia menyebut, sistem multilevel marketing berlaku pada pola belajar bela diri ini. Jadi, satu orang pembelajar, nantinya akan mengajarkan kepada pembelajar lain, demikian seterusnya sehingga perkembangan silat ini membiarkan menyebar dengan sendirinya.
”Yang penting pelestarian dan pembelajarannya perlu terus berjalan. Apalagi, Maenpo tidak terbatas untuk siapapun. Tidak terkendala apapun, semua orang bisa mempelajarinya sejak muda sampai tua sekalipun,” kata Azis mengakhiri.