“Yang keempat ini juga sudah jalan adalah bagaimana kita bisa mengharmonisasi standar perjalanan baik itu berupa sertifikat vaksin maupun sertifikat testing,” ujarnya.
Aspek tersebut penting untuk bisa memastikan apabila pandemi berikutnya terjadi dan perlu respons penerapan karantina wilayah atau lockdown, maka orang-orang yang sehat dan sudah divaksin tetap bisa melakukan pergerakan antarnegara demi menjaga arus barang serta perputaran ekonomi.
Menkes Budi menyebut bahwa harmonisasi tersebut tetap berpatokan pada standar WHO dan telah memiliki kasus sukses yang berlaku di antara lebih dari 30 negara anggota Uni Eropa.
Baca Juga:Rindu Rowan Atkinson? Tonton Man Vs Bee, Tayang 24 Juni 2022Bersimbah Darah, Dua Wanita di Sukabumi Tewas Diduga Korban Pembantaian
“Kemudian yang terakhir, yang penting juga adalah kita mau menggunakan standardisasi atau regionalisasi dari manufacturing sama research hub (vaksin), tidak hanya di negara-negara utara tetapi juga di negara-negara selatan,” katanya.
Hal itu merespon masalah ketersediaan dan aksen vaksin di seluruh dunia selama pandemi COVID-19 sehingga Indonesia merasa diperlukan lebih banyak pabrik vaksin dan kemampuan riset pengembangan vaksin terutama yang berbasis teknologi baru, mRNA, di negara-negara selatan.
Menurut Menkes setidaknya ada empat negara anggota G20 lain selain Indonesia yang siap berpartisipasi untuk membantu perwujudan target tersebut. Afrika Selatan bisa melakukannya di regional Afrika, Brazil dan Argentina di wilayah Amerika Selatan, dan India mendampingi Indonesia di Asia.
Menkes berharap target-target yang diusung Indonesia tersebut bisa mencapai progres yang cukup baik dalam HMM G20 I, sehingga di pertemuan berikutnya yang dijadwalkan berlangsung Oktober mendatang hal-hal itu bisa difinalisasi agar dapat disajikan secara konkret di puncak KTT G20 ke-17 di Bali nanti.
Penguatan arsitektur kesehatan global memang menjadi salah satu fokus dalam presidensi G20 Indonesia bersama transformasi ekonomi digital dan transisi energi.(ant/hsm)