Selidiki Dugaan Praktik Kartel BPNT

Selidiki Dugaan Praktik Kartel BPNT
ilustrasi (net)
0 Komentar

Cianjurekspres.net – DPD Yayasan Lembaga Pelindung Konsumen Nusantara (YLPKN) Provinsi Jabar, menilai bahwa Program Sembako dari Kementerian Sosial (Kemensos) diduga kuat menjadi ajang korupsi yang terstruktur. Faktanya, tidak memberdayakan potensi lokal, komponen produk diduga dimonopoli oleh suplier dengan sistem paket yang tidak sesuai dengan permintaan keluarga penerima manfaat (KPM).
Ketua DPD YLPKN Provinsi Jawa Barat, Hendra Malik, mengatakan, kesalahan yang dilakukan dengan sengaja tentang pelaksanaan program sembako yang sebelumnya Bantuan Pangan Non-tunai (BPNT) sesuai dengan Permensos nomor 20 tahun 2019 dan pedoman umum tentang program sembako adalah adanya dugaan praktek kartel yang sangat bertentangan dengan UU Antimonopoli dan persaingan usaha yang sehat UU nomor 5 tahun 1999, kental dengan projek bagi-bagi duit untuk kelompok penguasa birokrasi dan pengusaha.
Baca Juga: Dewan Endus Dugaan Monopoli Penyaluran BPNT di Cianjur
Seperti di wilayah Kecamatan Bojongpicung. Penyaluran bahan pangan sembako kerap menuai protes. Tidak memperhatikan 6T yaitu tepat sasaran, jumlah, waktu, kualitas, harga, dan administrasi. Hingga saat ini pembagian bahan pangan ke Bojongpicung masih sistem paket.
“Di Bojongpicung sistemnya masih seperti daerah lain. Paketan. Ada dugaan korupsi terstruktur, pihak aparat penegak hukum harus menyelidiki, ” kata dia kepada Cianjur Ekspres, kemarin (14/9).
Dia sangat menyesalkan tidak adanya memberdayakan potensi lokal dalam pengiriman bahan pangan karena komponen produk diduga dimonopoli oleh suplayer dengan sistem paket yang tidak sesuai dengan permintaan KPM. Agen e-Warong tidak berdaya tidak memiliki posisi tawar, komponen harga tidak jelas, dan harga komponen per paket tidak sesuai dengan harga eceran setempat bertentangan dengan pedum.
“Agen yang mau mandiri tidak diperbolehkan dengan dalil terikat MoU. MoU dalam prakteknya dilakukan secara sepihak oleh suplayer yang disetujui camat, mekanisme kerja tikor mulai dari desa dan kecamatan tidak berfungsi karena camat lebih dominan,” ungkapnya.
Tak hanya itu, tegas Hendra, TKSK tidak menjalankan fungsi sebagai pendamping KPM agar menjadi pembeli yang cerdas. malah TKSK berperan sebagai kaki tangan suplayer yang diduga dilindungi oleh Dinas Sosial dan camat.

0 Komentar