“Warga yang suhunya 37,5 derajat (Celcius) ke atas, tidak masuk kategori wajib salat berjemaah di masjid, karena punya
risiko kesehatan,” kata Kang Emil.
“Masuk ke dalam, siap salat, para jemaah harap melihat ke bawah, kalau tandanya silang itu spot yang tidak boleh dipakai untuk salat, maka salat boleh berjarak,” tambahnya.
Terkait pelaksanaan Salat Jumat berjemaah yang merujuk fatwa MUI, Kang Emil menjelaskan bahwa Salat Jumat tidak bisa dilaksanakan secara bergiliran dan masyarakat disarankan untuk membawa sajadah masing-masing. Selesai salat pun, masyarakat harus mengikuti arahan petugas masjid untuk membubarkan diri secara teratur dan tidak berkerumun.
“Fatwa sementara dari MUI, tidak ada aplusan (giliran) dalam Salat Jumat. Maka nanti diatur, kalau di dalam interiornya
(ruang salat) sudah penuh, silahkan salat di halaman, di paving block sampai ke jalan, dan direkomendasi tadi bawa sajadah sendiri. Nanti pulangnya pun tunggu pengumuman. Jangan seperti biasanya (berkerumun),” ucap Kang Emil.
“Ini tidak nyaman, tapi inilah cara paling baik menyeimbangkan antara protokol kesehatan dengan syariat beribadah,”
katanya.
Senada dengan Kang Emil, Ketua MUI Provinsi Jabar Rachmat Syafei mengatakan, pelaksanaan salat berjamaah dengan
bergiliran atau shift hanya boleh dilakukan pada salat wajib lima waktu (fardhu) dan tidak berlaku untuk Salat Jumat.
“Khusus untuk Jumatan, tidak ada shift-shift-an. (Misalnya) biar panjang sampai alun-alun pun (biar) begitu saja. Tapi kalau berjamaah seperti biasa (salat fardhu), bisa shift-shift-an,” ujar Rachmat.
Sebelum meninjau Masjid Al-Irsyad, Kang Emil lebih dulu meninjau persiapan AKB di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Padalarang. Kang Emil turut memastikan agar rumah ibadah umat Kristiani ini sudah menerapkan standar protokol kesehatan dengan menyediakan tempat cuci tangan pakai sabun, menyiagakan alat cek suhu dan hand sanitizer, serta menandai jarak aman di kursi ibadat.
Adaptasi Kebiasaan Baru atau AKB sendiri adalah istilah yang digunakan untuk memaknai new normal, yang merupakan
kebiasaan baru warga Jabar di masa pandemi selama obat dan vaksin COVID-19 belum ditemukan.