4. Ekonomi nasional yang masih bergantung pada konsumsi rumah tangga menjadi momok tersendiri. Sementara itu, investasi dan perdagangan internasional belum berperan optimal. Padahal, keduanya berperan signifikan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Tahun 2019, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) Indonesia hanya sebesar 5 persen. Angka ini turun dari realisasi pertumbuhan tahun lalu 6,7 persen. Penyebabnya adalah iklim investasi yang belum kondusif. Investor tidak tertarik karena rumitnya regulasi. Realisasi investasi yang ada juga semakin minim pada penyerapan tenaga kerja.
5. Sementara itu, perdagangan internasional belum menggembirakan. Usaha perbaikannya terhambat. BPS mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada November 2019 defisit sebesar Rp1,86 triliun defisit terbesar kedua sepanjang Januari-November 2019. Penyebabnya adalah ekspor yang turun cukup tajam nyaris di semua sektor, kecuali pertanian yang tumbuh 4,42 persen secara tahunan, ekspor migas turun 15,81 persen, industri pengolahan turun 1,66 persen, pertambangan dan lainnya turun 19,09 persen.
Ekspor yang melemah tak hanya dipengaruhi penurunan harga komoditas, tapi juga akibat harga ekspor barang-barang nonmigas Indonesia yang relatif rendah. Selain itu, produk domestik kalah bersaing karena kurangnya pengadopsian teknologi baru yang berdampak pada harga yang relatif lebih tinggi.
6. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi pada kuartal pertama 2019 tumbuh 5,3% menjadi Rp195,1 triliun. Capaian ini menjadi realisasi investasi terendah Indonesia dalam kurun 2014-2019.
Salah satunya Indonesia tak mendapatkan sumbangsih manfaat yang signifikan atas migrasinya perusahaan asing dari negara China imbas perang dagang antara China dan Amerika Serikat. Sebanyak lebih dari 50 perusahaan multinasional telah mengumumkan rencana atau mempertimbangkan pemindahan manufaktur keluar dari China.
Pertanyaan besarnya adalah kenapa Indonesia tidak menjadi pilihan yang menarik untuk investasi di banding dengan negara asia yang lain, sebut saja Vietnam dan Taiwan. Salah satu penyebabnya antara lain kepastian hukum dan pertanahan di Indonesia, dianggap masih kurang baik serta banyaknya regulasi terkait perijinan yang tumpah tindih dan tentu saja bermuara pada lamanya ijin investasi serta biaya tinggi yang sulit diprediksi.
7. Di sisi lain, ketergantungan impor sangat tinggi, terutama untuk bahan baku dan penolong untuk industri. Beberapa sektor unggulan terdampak oleh kebijakan yang tidak berpihak pada produsen dalam negeri dan rendahnya daya saing ekspor di tengah ketidakpastian. Salah satu sektor unggulan yang menjadi sorotan karena kegagalan bersaing akibat ketidakberpihakan kebijakan pemerintah dan tekanan faktor eksternal adalah Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil (TPT).