JAKARTA – Sekolah Indonesia Cepat Tanggap yang diinisiasi oleh dua profesor asal Universitas Indonesia diharapkan mampu menjadi solusi untuk percepatan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di daerah terdampak bencana alam.
“Total sudah ada enam sekolah yang kami bangun di daerah terdampak bencana yaitu Lombok Barat, Palu, Kabupaten Sigi, dan Sumbawa pada 2018,” kata inisiator sekolah Indonesia cepat tanggap Profesor Yandi Andri Yatmo di Jakarta, Sabtu.
Ia menyebutkan untuk membangun satu bangunan sekolah hanya membutuhkan waktu sekitar satu hingga 1,5 bulan. Kemudian terkait biaya pembangunan juga jauh lebih irit dan efisien karena menggunakan bahan tertentu.
“Untuk pembangunan taman kanak-kanak kita butuh Rp200 juta dan Rp400 juta hingga Rp600 juta untuk pembangunan sekolah dasar,” tambahnya.
Pengerjaan pembangunan sekolah Indonesia cepat tanggap tersebut menggunakan sistem modular sehingga bisa dikerjakan secara cepat dan efesien.
Awalnya, Sekolah Indonesia Cepat Tanggap tersebut didirikan karena peristiwa gempa bumi yang terjadi di Lombok pada 2018. Para kepala sekolah dan guru meminta bantuan agar kembali dilakukan pembangunan.
“Satu minggu setelah gempa Lombok saya datang berkunjung, dan kepala sekolah di sana meminta bantuan agar dibangun sekolah karena sudah dua munggu anak-anak tidak bisa bersekolah,” sebutnya.
Senada dengan itu, Profesor Paramita Atmodiwirjo mengatakan sumber pembangunan sekolah Indonesia cepat tanggap tersebut berasal dari dana ikatan alumni dan Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Selain membangun enam sekolah, pihaknya juga tengah mengerjakan dua unit sekolah di Kabupaten Sigi dan Palu yang terdampak bencana alam.
Secara umum, lanjutnya bangunan yang dibuat tersebut terdiri dari unit ruang kelas, selasar dan ruang transisi serta dapat disusun sesuai kebutuhan.
“Jadi kita membuat sekolah itu agar anak-anak tidak hanya belajar di dalam kelas namun seluruh bagian sekolah dapat digunakan,” ujarnya.(ant/hyt)