CIANJUR – Debit air di genangan Waduk Cirata-Jangari turun drastis hingga 20 meter dari permukaan normal akibat kemarau. Hal tersebut berdampak pada para petani ikan di Jangari.
Petani Ikan Kolam Jaring Apung H Hamdan mengatakan, musim kemarau tahun 2019 saat ini merupakan kemarau paling parah. “Kemarau tahun ini merupakan musim kemarau terparah dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya,” ungkap H Hamdan, Kamis (24/10/2019).
Dikatakannya, penyusutan air di Jangari saat ini untuk di lokasi blok Leuwi Orok kurang lebih 20 hingga 30 meter. Namun jika diblok Empul atau Malingping dengan posisinya datar, terlihat tampak lebih jauh dan jika diukur dengan selang air kurang lebih 100 meter.
“Kalau di blok Leuwi orok memang kelihatan penyusutannya kurang lebih 20 hingga 30 meter, tapi jika dilihat di blok Malingping penyusutan air cukup drastis atau kurang lebih 100 meter karena posisinya datar,” terang Hamdan.
Menurutnya, penyusutan debit air tersebut sangat berdampak terhadap perkembangan ikan yang menurun hingga 40 persen. Selain itu masa panen ikan yang seharusnya 3 bulan saat ini menjadi 4 bulan.
“Tentunya biaya operasional pun bertambah, karena yang biasanya 3 bulan panen, tapi sekarang bisa mencapai 4 bulan,” kata Hamdan.
Sementara itu Kepala UPTD Jangari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur Budi mengatakan, kondisi air di Jangari saat ini memang terus menerus merosot kurang lebih 20 sampai 30 meter.
Pihaknya memprediksi debit air masih terus merosot. Pasalnya berdasarkan keterangan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) untuk kebutuhan pasokan listrik, turbin yang bergerak akan membutuhkan air dan pastinya akan mengalir ke luar.
“Diprediksi, air di Cirata masih akan terus menurun, karena berdasarkan informasi yang saya terima dari BPWC untuk menggerakan Turbin akan membutuhkan air agar pasokan listrik tetap terjaga,” pungkasnya.(yis/hyt)