JAKARTA – Kabar duka kembali menyelimuti wajah negeri. Putra terbaik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie berpulang sekitar pukul 18.00 WIB di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (11/9). Mantan Presiden RI ke-3 yang dikenal sebagai tokoh jenius di bidang penerbangan itu telah menjalani perawatan intensif di rumah sakit sejak 1 September 2019.
Sebelum tutup usia, Keponakan Habibie, Rusli Habibie, menyebutkan bahwa seluruh keluarga dekat sudah dipanggil dan berkumpul menemani hari-hari terahir pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936 itu di Paviliun Kartika, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).
“Inalilahi wainalilahi rojiun, doa kami panjatkan, untuk kepulangan beliau. Semua keluarga sudah dipanggil terutama anak-anak beliau, sudah di tempat. Tadi juga ada Pak Akbar Tandjung dan beberapa tokoh yang menjenguk, mendoakan beliau sebelum wafat, termasuk Presiden Jokowi yang sempat menjengkuk bersama jajarannya. Terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus membantu perawatan beliau selama ini,” ungkap Rusli.
Habibie merupakan salah satu Presiden yang dikenal genius. Berbagai sumbangsih yang besar telah ia berikan pada teknologi pesawat terbang dunia lewat karya dan penemuannya, salah satunya crack progression theory, alias teori Habibie.
Karena teori itu, yang menjadi kontribusi besar darinya di dunia penerbangan, BJ Habibie mendapat julukan Mr Crack. Teori tersebut dipakai untuk memprediksi crack propagation point, atau letak awal retakan pada pesawat, terutama sayap, yang merupakan struktur penyangga, sehingga selalu menahan tekanan, apalagi saat take off (lepas landas), landing (mendarat), dan mengalami turbulensi.
BJ Habibie menghasilkan temuan itu saat berusia 32 tahun. Dengan kejeniusannya, pria kelahiran 25 Juni 1936 itu berhasil membuat perhitungan yang sangat detail, sampai ke tingkat atom. Sebelum ditemukan teori tersebut, kecelakaan pesawat sangat sering terjadi lantaran kelelahan (fatigue) material struktur pesawat sulit dideteksi.
Para insinyur pun meningkatkan safety factor dengan menambah kekuatan konstruksi, untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.Padahal, cara tersebut justru membuat pesawat lebih berat, terbang lebih lambat, sulit bermanuver, dan menghabiskan lebih banyak bahan bakar.
Dengan teori Habibie, mereka bisa menghitung letak dan besar retakan, sehingga bobot pesawat pun bisa dikurangi. Inilah yang disebut faktor Habibie. Berkat temuan Habibie ini, pesawat di dunia lebih hemat bahan bakar dan standar keamanan pada pesawat ditingkatkan. Risiko kecelakaan pesawat pun berkurang, dan proses perawatannya menjadi lebih mudah dan murah.