CIANJUR – Badan Urusan Logistik (Bulog) Subdivre Cianjur segera menyediakan tiga ton daging kerbau beku. Pasokan daging beku tersebut, manjadi upaya mengantisipasi lonjakan harga yang biasa terjadi sekaligus untuk memenuhi banyaknya permintaan daging menjelang Idul Fitri mendatang.
Perlu diketahui, sampai saat ini harga daging sapi di pasaran memang masih tinggi. Yaitu pada kisaran harga Rp 110 ribu per kilogram di pekan kedua Ramadan.
Kepala Bulog Subdivre Cianjur, Agus Siswantoro mengatakan, pasokan daging tersebut didatangkan dari Jakarta. Namun, sebelum menyediakan pasokan daging kerbau dari pusat, Bulog saat ini masih menyiapkan 23 ton daging sapi yang akan disalurkan kepada masyarakat.
”Disalurkannya melalui program kebutuhan pokok masyarakat (Kepokmas). Lokasinya ada di Cianjur dan Bogor, untuk saat ini di Cianjur sendiri masih menunggu kepastian titik-titik lokasinya. Apakah langsung ke desa atau kecamatan,” ujar dia kepada wartawan, Selasa (14/5).
Dia menjelaskan, daging sapi dan kerbau dari Bulog akan dijual dengan harga Rp 80 ribu per kilogram. Agus pun mengungkapkan, bahwa daging yang dijual merupakan daging beku. Tidak jarang di lapangan minat akan daging beku tak begitu tinggi, karena sejumlah faktor.
Akan tetapi, Agus memastikan jika kualitas daging beku lebih terjamin. Pasalnya, daging beku dianggap lebih higienis setelah melewati beberapa tahapan mulai dari pemberian pakan hingga pemotongan.
”Perawatannya sedemikian rupa, pemotongan juga dengan mesin dan metode lainnya. Daging beku juga kalau sudah dipotong tidak terkena kontaminasi apapun, makanya masih segar dan beku,” ucapnya.
Selain itu, daging beku bisa tahan lama sampai dua tahun. Oleh karena itu, bisa dikatakan daging yang dihadirkan Bulog memiliki kualitas yang lebih baik.
Sejauh ini, Agus menilai, minat masyarakat pun tetap besar untuk mengonsumsi daging beku. Apalagi, tingkat konsumsi daging di Cianjur tergolong tinggi.
Sementara itu, disinggung mengenai peran Bulog untuk memotong rantai distribusi kebutuhan pokok masyarakat, Agus mengaku Bulog sebenarnya bisa memaksimalkan upaya pemangkasan mata rantai distribusi. Hanya saja, diperlukan effort yang lebih banyak untuk merealisasikannya.
”Soalnya, jalur distribusi itu sudah terbentuk secara tradisional. Jangan sampai (peran) kami malah jadi berbenturan, dan bisa saja nanti timbul banyak protes,” ujar Agus.