UU Penyandang Disabilitas, Menuju Indonesia Tanpa Diskriminasi

0 Komentar

BOLEH jadi, tidak banyak yang mengetahui bahwa ilmuwan fisika kelas dunia seperti Albert Einstain atau penemu lampu listrik Thomas Alfa Edison adalah penyandang disabilitas. Mereka menciptakan temuan penting yang mencerahkan manusia dan mengubah peradaban dunia di tengah keterbatasannya sebagai tunarungu dan tunagrahita.
Bahkan, Amerika Serikat sebagai bangsa yang paling maju di dunia saat ini, sangat bangga dan mengelu-elukan kehebatan Franklin Delano Roosevelt atas prestasinya yang begitu spektakuler sebagai pemimpin sekutu Barat yang sukses menaklukkan NAZI Jerman dan Jepang. Padahal dia mengendalikan para panglima militernya di medan tempur hanya di atas kursi roda akibat lumpuh yang dialami jauh sebelum menjadi Presiden.
Artinya apa? Artinya bahwa setiap manusia—tanpa mempersoalkan kondisi fisiknya—berhak tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang mereka miliki. Tidak boleh alasan keterbatasan fisik menjadi hambatan bagi mereka untuk berekspresi dan berapresiasi secara penuh, leluasa dan optimal dalam segala aspek kehidupan.
Sebagai Negara hukum yang menjunjung tinggi nilai peradaban berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bangsa Indonesia tentu harus menempatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia—sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri setiap manusia—dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, termasuk bagi para penyandang disabilitas.
Hak ini ditegaskan dalam Pasal 28A Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, termasuk penyandang disabilitas. Oleh sebab itu, hak ini wajib dilindungi, dihormati dan dijunjung tinggi tidak hanya oleh Negara melainkan oleh semua elemen bangsa termasuk pemerintah dan masyarakat.
Demikian juga dalam perspektif agama, terutama spirit ajaran Islam sangat berpihak pada kaum disabilitas. Ajaran agama Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memperhatikan para penyandang disabilitas. Pendiskriminasian dan pengabaian terhadap hak-hak penyandang disabilitas bukan hanya bertentangan dengan hak asasi manusia, namun juga bertentangan dengan seruan dan tuntunan Islam.
Ilustrasi tentang spirit ajaran Islam ini terdapat dalam Al-Quran Surat ‘Abasa ayat 1-4. Menurut riwayat, Nabi Muhammad SAW sedang berdakwah seputar agama dan kepemimpinan kepada para pembesar dan pimpinan kaum Quraisy. Tujuannya agar mereka mengikuti ajaran Islam. Nabi Muhammad saat itu sangat fokus dengan penjelasannya, sebab bila mereka dapat menerima Islam, maka hal itu akan berdampak positif bagi Islam karena langkah para pemimpin Quraish itu pastilah akan diikuti oleh para pengikutnya. Tiba-tiba Abdullah Ibn Umm Maktum, seorang disabilitas pada kedua matanya menghampiri Nabi dan bertanya tentang Islam. Nabi Muhammad mendiamkannya dan terus berdakwah. Lalu Allah SWT menegur sikap Nabi dengan turunnya ayat tersebut. Sekalipun Nabi tidak bermaksud mengacuhkan Abdullah Ibn Umm Maktum, Allah tetap menegurnya. Bagi Allah, mendahulukan menjawab pertanyaan Abdullah sekalipun disabilitas jauh lebih penting daripada berdakwah pada para pembesar Quraisy. Pada akhirnya, sepanjang hidup hingga akhir hayatnya, Nabi senantiasa mencontohkan untuk menghormati dan menyayangi para penyandang disabilitas.

0 Komentar