Dikatakan Badriah, membaca dan berlatih menulis secara berkelanjutan menghasilkan warga negara literat. Literat secara pengetahuan sebagai upah banyak membaca. Literat secara tulis karena internalisasi bacaan yang diulang sajikan menjadi informasi baru yang mencerdaskan penulis sekaligus pembacanya. Kemauan juga berperan sebagai penentu karena untuk memulai membaca dan menulis tidaklah sederhana.
“Para guru kan umumnya memiliki waktu senggang yang tidak banyak. Waktu yang sedikit tersebut digunakan untuk menjadi diri sendiri, berbagi dengan keluarga, menjadi manusia biasa, dan kegiatan-kegiatan lain yang melepaskannya dari tuntutan sebagai orang yang digugu dan ditiru. Menambah aktivitas di waktu senggang bisa saja mengurangi kekhidmatan istirahat,” kata Badriah.
Guru yang bersedia, lanjut dia, mengganggu dirinya sendiri dengan membuat kegiatan tambahan yakni membaca dan menulis itulah guru yang berkemauan. Mau mengubah pengisian waktu senggang dengan hal baru. Gemas LiteraCi sebagai sebuah aktivitas telah membuka peluang bagi para guru, untuk mulai menyisipkan kegiatan membaca paling tidak selama 15 menit setiap hari, dan menyelipkan menulis selama 5 sampai 10 menit per harinya.
“Kalau perlu, menulis untuk menulis dalam arti melatih menulis tanpa terbebani apakah tulisannya bagus atau tidak. Membangun kebiasaan membaca yang dilanjutkan dengan menulis merupakan pijakan utama dalam membangun masyarakat literat Cianjur. Jika kini baru tercatat ada 250 orang guru yang memulainya, bukan tidak mungkin dalam waktu yang tidak lama, tercatat pula ratusan guru literat yang menandai keberadaanya dengan karyanya. Guru yang memilih menulis sebagai lahannya untuk berkarya adalah guru yang mengabadikan namanya sebagai warga negara literat,” pungkasnya. (job3/sri)