CIANJUR – Pengelola PT Maskapai Perkebunan Moelia (MPM) khawatir ada sekolompok orang yang menggunakan segala cara untuk menguasai lahan perkebunan secara ilegal. Hal tersebut dibuktikan dengan memobilisasi massa untuk melakukan unjuk rasa di Kanwil Badan Pertanahan/ATR Jawa Barat, Bandung.
“Sebaiknya sekelompok orang itu tidak melakukan gerakan yang aneh-aneh. Sebab, perbuatan mereka dengan menguasai dan mengelola lahan perkebunan milik PT MPM secara ilegal itu merupakan tindakan melawan hukum,” kata Kuasa hukum PT MPM Ariano Sitorus BAC, kepada wartawan, Senin (26/11).
Secara tegas Ariano meminta agar sekelompok orang yang menempati lahan PT MPM agar segera dikosongkan. “Sebenarnya kalau mereka mau memanfaatkan lahan kami untuk kepentingan berkebun, silakan saja. Tapi harus seizin PT MPM,” tegas dia.
Seperti diketahui, sekitar 150 massa yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Petani di wilayah Kecamatan Cipanas, Pacet, dan Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur ke Kantor Wilayah ATR/BPN Jawa Barat, Bandung. Diduga massa yang diduga dimobilisasi oleh sekelompok orang tak bertanggung jawab itu berkumpul di sekitar Jalan Hanjawar Kampung Hanjawar RT 01/RW 10 Desa Palasari, Kecamatan Cipanas.
Ada Tiga unit bus pariwisata yang digunakan, yakni Trans Nopol F 7916 WA, Trans Nopol F 7940 WA dan bus Trans Nopol F 7853 WA. Tiga bus yang membawa 150 orang ini berangkat sekitar 07.05 Wib. Massa yang dimobilisasi ini mengaku sebagai petani penggarap lahan di atas lahan PT Maskapai Perkebunan Moelia.
Menurut informasi yang diperoleh dari lapangan, aksi unjuk rasa yang dimotori sekelompok orang tak bertanggung jawab itu bertujuan untuk meminta perlindungan dari pihak Kanwil BPN, karena menurut para penggarap bahwa lahan yang digarapnya itu dinilai lahan perkebunan teh Ciseureuh yang sudah tidak produktif.
Ariano secara tegas mengatakan bahwa tanah yang secara hukum dikuasai PT MPM, bukan tanah telantar. Tetapi merupakan kawasan perkebunan yang sedang ditata ulang. Selama dalam penataan ini, tanah MPM banyak diganggu dan dijarah oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, termasuk oknum petani berdasi, para biong.
“Kami ingatkan kepada semua pihak untuk lebih menghormati hukum. Kami juga ingatkan kepada BPN/ATR bahwa yang harus dilindungi justru kami sebagai pemegang HGU atas tanah perkebunan seluas 1.020 hektare itu,” katanya.