Sekitar pukul 06.30 Wib, sampailah mereka di SDN Datarmuncangi dengan muka lusuh. Namun, perjuangan bukan ketika berangkat sekolah saja, setelah selesai kegiatan belajar mengajar (KBM) mereka harus melewati jalan yang tadi.
Sarmudin, 23, paman Sartini, yang juga guru sukarelawan kelas jauh SDN Datarmuncang itu menjelaskan, para siswa di sekolah tersebut, terutama warga Kampung Pasirtarisi sudah terbiasa dengan hal itu sejak dulu.
“Para orangtuanya jarang sekali mengantar mereka ke sekolah. Karena warga disibukan dengan bertani dan berkebun. Jadi, kalau hari-hari biasa para siswa berangkat subuh, pulangnya sore jam lima, ” tuturnya.
Oleh karenanya, kata Sarmudin, jika musim penghujan, Sartini beserta teman-temannya terpaksa meliburkan diri. Pasalnya, bencana tanah longsor kerap terjadi di musim penghujan dan sangat berbahaya.
“Kadang dari enam hari belajar, dua hari meliburkan diri. Sebab anak-anak kelelahan, terkadang juga karena hujan dan takut longsor,” ceritanya.
Kondisi seperti itulah yang membuat warga Kampung Pasirtarisi berinisiatif membangun ruang kelas jauh. Meski sebenarnya, ruang kelas itu mirip dengan kandang ayam. Berukuran 6 x 3 meter dan beralaskan tanah, serta dindingnya hanya terbuat dari bilik bambu.
“Kelas jauh baru satu tahun, sekarang cuma kelas satu saja. Kelas dua sampai kelas lima masih harus ke sekolah induk dekat Kantor Desa Malati,” kata dia.
Dia berharap kelas jauh SDN Datarmuncang bisa dibangun enam kelas. Sebab, bukan hanya anak-anak di Kampung Pasirtarisi ini yang bisa bersekolah di kelas jauh. Tapi anak-anak di Kampung Cihaneuleum, Pasiripis, Kancanangkub, Cinila, dan Kampung Pasirmuncang, bisa berangkat sekolah dengan aman dan dekat, tak perlu jauh menuju sekolah induk SDN Datarmuncang. Bersambung…(*)