Kisah Dede dan Rendi Bertahan Hidup Sambil Merawat Keluarga dengan Gangguan Jiwa,Berharap Ada Psikiater Gratis

Gangguang Jiwa
AY (kiri), sedang mengobrol di depan teras rumahnya dengan Dede (kanan) dan Rendi (belakang) pada Senin 8 September 2025.(Cianjur Ekspres/Akmal Esa Nugraha)
0 Komentar

CIANJUR,CIANJUR.JABAREKSPRES.COMDI sebuah rumah sederhana di Kampung Sabandar Kidul, Desa Sabandar, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur, suasana murung terasa begitu kental.

Kondisi itu bermula dari AY (40) yang mengalami depresi setelah ditinggalkan suaminya sekitar tahun 2010, tepat setelah melahirkan anak bungsunya, SA (15) yang bahkan tidak pernah melihat sosok ayahnya yang tega meninggalkan ibunya beberapa tahun lalu. Perlahan, depresi itu semakin memburuk, hingga kemudian dua adiknya, AS (38) dan RN (33), ikut mengalami gangguan serupa.

Belum cukup sampai di situ, satu anak AY, yaitu RA (20), kini juga terindikasi gangguan jiwa mengalami depresi setelah ditinggalkan pacarnya sekitar kurang lebih tiga bulan lalu. Dia lebih banyak murung dan mengurung diri di kamar, tidak mau memakan obat penenang dari puskesmas, membuat keluarga semakin khawatir.

Baca Juga:Tiga Ruangan SDN Cibaregbeg 1 Cibeber  di Cianjur Hangus Terbakar, Kerugian Ditaksir Capai Rp700 JutaHari Pelanggan Nasional, MUP PLN UP3 Cianjur Terjun Langsung Layani di Loket

Dalam kondisi serba terbatas, hanya dua saudara yang masih sehat yang berusaha menopang kebutuhan rumah, yaitu Dede (34) yang bekerja sebagai sales perabotan rumah di Cianjur, dan Rendi (30) yang bekerja serabutan dengan penghasilan tak menentu.

Salah seorang saudara dari AY, Dede mengaku kondisi ini berat, tetapi harus tetap dijalani. Dia berharap adanya pendampingan psikiater gratis untuk mempercepat pemulihan.

“Kalau dibilang berat ya memang berat, apalagi penghasilan juga pas-pasan. Tapi ini kan keluarga sendiri. Kami hanya berharap ada psikiater gratis yang bisa rutin datang, obat saja juga sudah alhamdulillah, tapi kalau tidak ada yang mendampingi, kadang kondisinya tidak stabil,” kata Dede saat ditemui Cianjur Ekspres.

Menurutnya, sempat ada pemeriksaan dari Puskesmas Karangtengah, dan hasilnya menyarankan agar Bu AY menjalani pengobatan jalan.

“Kadang saya pulang kerja sudah sore, sementara obat di rumah bisa habis. Pernah dulu beberapa tahun ke belakang sampai ngamuk karena kehabisan obat. Makanya kami berharap ada pendampingan langsung, tenaga medis atau psikiater gratis datang ke rumah untuk memantau,” katanya.

Hal senada disampaikan Rendi (30), saudara AY lainnya menyebut beban mengurus kakak-kakaknya sering kali bercampur dengan kesulitan ekonomi yang mendera.

“Penghasilan paling Rp120 ribu sehari kalau ada kerja. Tapi pernah juga sampai 12 hari nganggur. Kalau tidak ada kerja, ya saya kan ada tabungan sebelumnya sedikit-sedikit untuk bantu makan. Saling bantu sama kang Dede suka ngirim juga,” tuturnya.

0 Komentar