CIANJUR, Cianjur.jabarekspres.com – Empat tahun lamanya warga Desa Cimenteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, harus bergantung pada jembatan bambu darurat setelah jembatan permanen yang menghubungkan ke Desa Caringin, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi hanyut diterjang banjir bandang.
Salah seorang warga setempat, Fadil (27), mengatakan jembatan tersebut sangat vital karena menjadi jalur utama masyarakat untuk beraktivitas, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga perekonomian.
“Dulu jembatannya lebar, bisa dilewati kendaraan besar gitu kaya mobil. Tapi sejak banjir bandang, fondasinya tergerus arus sampai hanyut. Awalnya, kalau gak salah 2 bulan setelah kejadian banjir bandang itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cianjur sempat membangun jembatan darurat dari bambu, tapi hanya bertahan seminggu sebelum rusak lagi karena banjir susulan. Beberapa hari kemudian warga berusaha memperbaiki sampai sekarang,” ujarnya saat dihubungi via telepon oleh Cianjur Ekspres, pada Minggu, 24 Agustus 2025.
Baca Juga:Lumbung Pangan Nasional, Gubernur Jateng: Pertahankan Lahan ProduktifDKP Jabar dan BPJS Ketenagakerjaan Realisasikan Program Perlindungan Nelayan
Dia menjelaskan, jembatan bambu sepanjang 46 meter dengan tinggi sekitar 20 meter itu hanya bisa dilalui kendaraan roda dua, itupun harus bergantian alias satu per satu. Pijakannya pun licin saat hujan sehingga rawan tergelincir.
“Kalau musim hujan banyak yang terpeleset, Alhamdulillah belum ada yang sampai jatuh ke sungai. Tapi risikonya besar, yang paling banyak mengeluh itu para petani, mereka kalau bawa hasil panen kan biasanya suka lewat jembatan itu, nah kalau hujan licin. Bahkan, pernah ada padi petani yang jatuh ke sungai karena terpeleset yang terpeleset,” katanya.
Menurutnya, warga harus mengganti bambu pijakan setiap tiga bulan sekali. Biaya perbaikan ditanggung masyarakat melalui iuran dari para pengguna jembatan.
“Setiap pengendara dikenakan tarif seikhlasnya, minimal Rp2.000. Uangnya dipakai untuk membeli paku, kawat, dan bambu gombong atau bitung. Gotong-royong memperbaiki jembatan itu biasanya melibatkan 15 sampai 20 orang, pengerjaan juga paling cepat satu minggu dan paling lama dua minggu karena jembatan tinggi,” katanya.
Lebih lanjut, dia berharap pemerintah segera membangun jembatan permanen. Pasalnya, jalur tersebut lebih dekat dibanding akses memutar sejauh 6 kilometer untuk menuju ke Sukabumi.