CIANJUR, CIANJUR.JABAREKSPRES.COM- Peran penghulu di Indonesia memiliki akar sejarah yang panjang. Sejak masa Kesultanan Demak, penghulu telah menjadi tokoh keagamaan yang memiliki pengaruh kuat di tengah masyarakat. Bahkan, pada masa itu, tokoh-tokoh penting dalam penyebaran Islam juga pernah mengemban peran sebagai penghulu kerajaan. Ketika masa penjajahan dan pendudukan Jepang berlangsung, fungsi penghulu tetap berjalan melalui lembaga keagamaan bernama Shumubu, yang kemudian berkembang menjadi cikal bakal Kementerian Agama yang berdiri pada tahun 1946.
Seiring perkembangan zaman, fungsi penghulu pun terus bertransformasi. Saat ini, Kementerian Agama kembali menguatkan peran penghulu melalui pelatihan khusus yang melibatkan 100 peserta. Pelatihan tersebut tidak hanya membekali mereka dengan kemampuan teknis dalam menyampaikan materi, tetapi juga mendorong mereka untuk menjalankan peran sebagai pelayan umat secara lebih menyeluruh. Tujuannya adalah agar para penghulu mampu mendampingi calon pengantin dalam merancang masa depan rumah tangga mereka, bukan hanya sekadar hadir saat akad nikah berlangsung.
Kegiatan pelatihan ini menjadi bagian dari upaya memulihkan peran penghulu sebagai pendidik dan pembina masyarakat, bukan hanya sebagai pengurus administrasi pernikahan. Diharapkan para peserta pelatihan dapat menjadi fasilitator yang kompeten dan mampu memberikan dampak nyata di tengah masyarakat. Mereka diharapkan tidak hanya mengajar, tetapi juga membimbing umat secara utuh dalam membangun keluarga yang harmonis dan sakinah.
Baca Juga:Gempa M 3,7 Guncang Wilayah Barat Laut Pendolo, PosoJadwal Samsat Keliling Cianjur Kamis, 7 Agustus 2025: Simak Lokasi dan Waktunya
Pelatihan yang dilakukan melalui program Bimbingan Perkawinan (Bimwin) ini sebenarnya bukan hal baru di lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA). Namun, pendekatan yang digunakan kali ini lebih menekankan pada pemahaman terhadap dinamika rumah tangga kontemporer. Materi pelatihan mencakup isu-isu penting seperti komunikasi pasangan, kesetaraan peran gender, serta kesiapan mental dan spiritual calon pengantin.
Program ini dipandang sebagai salah satu fondasi penting dalam memperkuat layanan dasar KUA. Setiap KUA ditargetkan memiliki setidaknya satu fasilitator yang terlatih agar seluruh calon pengantin dapat memperoleh bimbingan yang berkualitas. Fasilitator tersebut diharapkan mampu merespons kondisi sosial yang berkembang, memberikan solusi atas berbagai kegelisahan pasangan muda, dan menjadi pihak yang dapat diandalkan dalam memberikan panduan hidup berkeluarga.