CIANJUR, CIANJUR.JABAREKSPRES.COM- Perkembangan gerakan kepanduan di Indonesia bermula dari masa penjajahan Belanda. Pada awalnya, kegiatan kepramukaan diperkenalkan melalui organisasi Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) yang resmi berdiri dua tahun setelah cabang kepanduan pertama dibentuk. Organisasi ini mayoritas diikuti oleh keturunan Belanda.
Namun, pada tahun 1916, semangat kepanduan mulai tumbuh di kalangan masyarakat pribumi. Inisiatif ini dipelopori oleh Mangkunegara VII dari Keraton Solo dengan mendirikan organisasi Javaansche Padvinders Organisatie, yang sepenuhnya terdiri dari pandu bumiputera.
Setelah itu, berbagai organisasi kepanduan bermunculan dengan beragam latar belakang, mulai dari yang berbasis kebangsaan hingga keagamaan. Beberapa di antaranya adalah Hizbul Wathan (Padvinder Muhammadiyah), Nationale Padvinderij, Pandu Syarikat Islam, Pandu Ansor, dan lainnya.
Baca Juga:Gempa Magnitudo 2,7 Guncang Tanah Laut Tana Tidung, Dirasakan Hingga Kota TarakanUpdate Lengkap Harga Emas Terbaru dari Pegadaian, Antam, dan UBS
Perkembangan pesat ini bahkan menarik perhatian Lord Baden-Powell, pendiri gerakan Pramuka dunia, yang bersama keluarganya mengunjungi sejumlah kota besar di Indonesia pada Desember 1934, seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya.
Setelah Indonesia merdeka, semangat persatuan dalam kepanduan mulai digalakkan. Pada Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta tanggal 27-29 Desember 1945, lahirlah keputusan penting bahwa Pandu Rakyat Indonesia menjadi satu-satunya wadah kepramukaan di Indonesia. Sayangnya, akibat Agresi Militer Belanda tahun 1948, organisasi ini dilarang beroperasi di wilayah jajahan, sehingga memicu munculnya berbagai organisasi baru seperti KPI, PPI, dan KIM.
Situasi ini menyebabkan jumlah organisasi kepanduan membengkak hingga mencapai sekitar 100 yang tergabung dalam Perkindo. Namun, alih-alih memperkuat gerakan, perbedaan golongan justru melemahkan persatuan.
Melihat kondisi tersebut, Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang menjabat sebagai Pandu Agung, mengusulkan penggabungan seluruh organisasi kepanduan menjadi satu. Ide ini pertama kali disampaikan pada kunjungan Soekarno ke Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia di Ciputat pada Oktober 1959.
Akhirnya, pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada masyarakat melalui sebuah upacara di Istana Negara. Dalam kesempatan itu, Presiden Soekarno menyerahkan Panji Gerakan Pramuka kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Ketua Kwartir Nasional pertama. Panji tersebut kemudian dikibarkan dan diarak oleh barisan Pramuka di Jakarta sebagai simbol lahirnya Gerakan Pramuka Indonesia.