CIANJUR, CIANJUR.JABAREKSPRES.COM– Thomas Trikasih Lembong, atau lebih dikenal dengan Tom Lembong, merupakan salah satu tokoh penting dalam bidang ekonomi dan politik Indonesia. Lahir pada 4 Maret 1971, Tom dikenal sebagai ekonom, bankir, dan mantan pejabat tinggi negara yang pernah menduduki sejumlah posisi strategis.
Tom menjabat sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia sejak 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Setelah itu, ia dipercaya memimpin Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dari 27 Juli 2016 hingga 23 Oktober 2019. Kariernya di pemerintahan dikenal luas berkat pendekatan profesional dan latar belakang internasionalnya di bidang keuangan dan investasi.
Sebelum terjun ke pemerintahan, Tom menyelesaikan pendidikan tinggi di bidang arsitektur dan perencanaan kota di Universitas Harvard, Amerika Serikat, dan lulus pada tahun 1994. Ia memulai karier profesionalnya pada 1995 di Morgan Stanley Singapura, lalu berlanjut sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia pada periode 1999–2000.
Baca Juga:Harga Emas Hari Ini, 21 Juli 2025, Naik Tipis, Cek Rinciannya di SiniRamalan Cuaca Cianjur Hari Ini, Senin 21 Juli 2025, Cerah Berawan Sepanjang Hari
Tom berasal dari keluarga profesional. Ayahnya, Yohanes Lembong (Ong Joe Gie), merupakan dokter spesialis jantung dan THT lulusan Universitas Indonesia asal Manado, sementara ibunya, Yetty Lembong, adalah ibu rumah tangga asal Tuban. Ia menikah dengan Maria Franciska Wihardja pada 2002 dan dikaruniai dua anak. Dalam kehidupan pribadinya, Tom dan keluarganya memeluk agama Katolik.
Masa kecil Tom banyak dihabiskan di Jerman, tempat ia mengenyam pendidikan dasar hingga usia 10 tahun. Ia kemudian kembali ke Indonesia dan melanjutkan pendidikan di SD dan SMP Regina Pacis, Jakarta. Saat duduk di bangku SMA, Tom pindah ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat.
Namun, nama Tom kembali mencuat ke publik bukan karena prestasi, melainkan karena kasus hukum. Pada 29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Ia diduga memberikan izin impor gula kristal putih ketika stok dalam negeri tengah surplus.
Selain itu, Tom juga disebut menunjuk pihak swasta sebagai importir tanpa mengikuti prosedur resmi yang berlaku. Kejaksaan mengklaim kebijakan tersebut menimbulkan kerugian negara yang signifikan, berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan, termasuk keterangan saksi, dokumen, petunjuk, dan barang bukti elektronik.