CIANJUR,CIANJUR.JABAREKSPRES.COM – Sampah masih menjadi permasalahan yang harus ditangani serius Pemerintah Kabupaten Cianjur. Pemerhati Lingkungan yang fokus soal sampah, Herry Trijoko mengatakan bahwa sampah bukan hanya urusan buang dan angkut, tetapi tentang bagaimana membayangkan masa depan lingkungan.
“Selama puluhan tahun, pendekatan pengelolaan sampah di Kabupaten Cianjur bertumpu pada satu titik, TPA sebagai ujung tombak, dan masyarakat sebagai pelaku pasif. Warga buang sampah, petugas angkut, lalu sampah berakhir di tempat pembuangan akhir yang kian hari makin sesak, tak jarang menjadi sumber bau, konflik sosial, hingga krisis kesehatan lingkungan,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa 27 Mei 2025.
“Namun sekarang, kita hidup dalam keadaan darurat penyampah bukan karena kita kekurangan tenaga angkut, tetapi karena kita kehilangan arah perubahan,” sambungnya.
Baca Juga:RIMBA Dampingi Pelajar Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung BogorPLN Icon Plus SBU Regional Jawa Barat Konsisten Patroli dan Perapihan Kabel Fiber Optik
Menurutnya, pengelolaan sampah yang sentralistik, dimana segala limbah dari pasar, rumah tangga, sekolah, dan tempat wisata dialirkan menuju satu titik (TPA) semakin tidak relevan dengan kondisi Cianjur hari ini.
“Pertama, pertumbuhan penduduk dan pariwisata di kawasan Cipanas membawa lonjakan volume sampah harian. Kedua, TPA kita tidak berkembang secepat timbunan sampah dan yang lebih serius, sampah organik yang dapat diolah malah ikut dibuang begitu saja. Ketiga, biaya operasional angkut dan buang terus membengkak, sementara kualitas layanan pengelolaan sampah justru stagnan. Keempat, masyarakat tidak diberdayakan secara aktif, hanya dijadikan objek kampanye, bukan pelaku perubahan,” papar Herry.
Dari Sentralisasi ke Desentralisasi
Lebih lanjut Herry menegaskan, Pemerintah Kabupaten Cianjur khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), perlu memimpin transformasi sistem pengelolaan sampah, dari model lama ke sistem yang baru. Dimana Desentralistik yaitu pengolahan sampah dilakukan di sumbernya, di level RT, RW, atau desa, bukan hanya dikumpulkan ke satu TPA.
Lalu berbasis teknologi tepat guna, seperti reaktor biogas untuk limbah organik, ecobrick untuk plastik rumah tangga, serta bank sampah digital untuk daur ulang ekonomi.
“Kemudian kolaboratif dan transparan, masyarakat, media, akademisi, dan sektor swasta harus dilibatkan sebagai mitra sejajar, bukan pelengkap,” katanya.