“Selain itu, pengelolaan sampah anorganik dapat dilakukan melalui proses daur ulang yang melibatkan industri lokal untuk mendukung ekonomi sirkular,” jelasnya.
Ketiga, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Herry menegaskan, kolaborasi dengan masyarakat setempat sangat penting.
“Kami mengusulkan untuk membentuk kelompok masyarakat yang memiliki tanggung jawab langsung dalam pengelolaan TPST, serta mendirikan unit-unit kecil yang dapat mengelola sampah organik dan anorganik. Dengan cara ini, pengelolaan sampah akan lebih efisien dan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan,” paparnya.
Baca Juga:Perumdam Tirta Mukti Cianjur Santuni Ratusan Anak Yatim PiatuPasar Ciranjang Miliki Mesin Pencacah Sampah Organik, Direncanakan Beroperasi Februari 2025
Kemudian yang Keempat, Pemberdayaan Ekonomi Lokal melalui Pengelolaan Sampah. Herry mengatakan, TPST tidak hanya sebagai tempat pengolahan sampah, tetapi juga sebagai potensi untuk menciptakan peluang ekonomi baru.
“Melalui pengolahan sampah menjadi produk yang bernilai ekonomi, seperti pupuk kompos, produk daur ulang, atau energi terbarukan, masyarakat dapat diberdayakan untuk mengelola sampah sekaligus memperoleh keuntungan, tuturnya.
Lebih lanjut Herry mengatakan, studi tiru ke TPST di Desa Kedungrandu memberikan banyak wawasan dan inspirasi yang sangat berharga.
“Kami melihat bahwa pengelolaan TPST yang sukses harus didukung dengan sistem yang terorganisir, kolaborasi yang solid, serta partisipasi aktif masyarakat,” katanya.
Tidak hanya itu, pengelolaan yang melibatkan teknologi ramah lingkungan dan pengembangan produk dari sampah, menjadi solusi yang dapat diterapkan di Kecamatan Cibeber.
“Dari studi tiru ini, kami juga menyadari bahwa setiap desa memiliki kondisi yang berbeda, oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan model TPST dengan karakteristik lokal dan potensi yang ada di masing-masing desa. Hal ini akan memastikan keberlanjutan pengelolaan sampah yang tidak hanya efektif, tetapi juga efisien,” ujar Herry.(*)