CIANJUR, Cianjur.jabarekspres.com – Terkuak beberapa faktor kurangnya upaya sosialisasi pencegahan dan kesiapsiagaan (PK) bencana pada masyarakat di Cianjur. Alokasi anggaran yang minim jadi salah satunya.
Kepala Bidang PK Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur, M Taufik Zuhrizal mengemukakan, jika anggaran untuk menyiapkan mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat di Cianjur hanya sebesar Rp300 juta setahun, meskipun diketahui Cianjur merupakan daerah rawan bencana.
“Di APBD murni 2024, Bidang PK hanya mendapat jatah Rp300 juta. Dana tersebut termasuk untuk kegiatan rencana kontijensi (renkon), simulasi penanganan bencana pada masyarakat, dan Desa Tangguh Bencana (Destana),” kata Taufik saat dihubungi Cianjur Ekspres pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Baca Juga:Tidak Ada Alat Elektronik yang Rusak saat Atap Laboratorium SMPN 3 Tanggeung AmbrukInvestigasi Disdikpora di SMPN 3 Tanggeung: Rangka Atap Diduga Tak Sesuai Spesifikasi
Dia menyebutkan, Cianjur baru memiliki 1 buah renkon yakni gempa bumi. Untuk membuat 1 renkon pun, menghabiskan setengah dari anggaran yang dialokasikan untuk Bidang PK itu.
“Dari 10 potensi bencana di Cianjur, kita baru punya renkon gempa bumi. Agar saat terjadi bencana gempa bumi, masing-masing orang sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk reaksi cepat penanganan bencana,” bebernya.
Renkon tersebut juga dibuat pascagempa bumi hebat pada 21 November 2022 lalu.
Dia pun bercerita kilas balik saat akhirnya pemerintah membuat renkon, setelah gempa bumi porak-porandakan Cianjur. Ratusan korban jiwa berjatuhan, lebih dari 98 ribu rumah warga rusak, dan meninggalkan trauma mendalam hingga kini.
“Saat itu kita belum punya renkon hingga semuanya bergerak massif namun polanya sporadis, tidak teratur, bahkan acak. Kita dalam hal ini instansi belum bersepakat siapa, berbuat apa, di mana,” bebernya.
Meskipun sudah memiliki renkon gempa bumi, hingga saat ini Cianjur belum pernah melakukan simulasi yang melibatkan seluruh unsur yang berfungsi dalam penanganan bencana.
“Belum pernah disimulasikan. Mudah-mudahan ke depannya kita bisa menganggarkan untuk simulasi renkon. Agar unsur terkait baik itu stakeholder dan masyarakat yang notabenenya penerima manfaat, memahami tugas pokok dan fungsi, gerakan, serta tujuan dalam penanganan bencana,” papar Taufik.
Lalu pada pembentukan Destana, Taufik menyebutkan jika perangkat desa masih kurang kesadarannya bahkan terkesan acuh tak acuh untuk mengerahkan warganya dalam sosialisasi Destana.