Perlu Skema Khusus: Pembiayaan Investasi BUMN Karya di Era Baru

pemerintah
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama menghadiri webminar \"RAPBN di Masa Transisi: Apa Saja yang Harus Diantisipasi?\" yang diikuti dari Jakarta, Minggu (18/8/2024). ANTARA/Uyu Septiyati Liman.
0 Komentar

cianjur.jabarekspres.com, ANT – Riza Annisa Pujarama dari Indef menekankan bahwa pemerintah mendatang harus cermat dalam mengelola pembiayaan investasi BUMN Karya agar tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Pemerintah menetapkan pembiayaan investasi dalam RAPBN 2025 sebesar Rp154,5 triliun, dengan Rp59,5 triliun dialokasikan untuk investasi pada BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU) pada bidang infrastruktur, kesehatan, pertahanan, pendidikan, kerja sama internasional, serta bidang lainnya sesuai prioritas pemerintah.

“Pada RAPBN 2025 pembiayaan investasi juga tinggi, terutama pada BUMN karya yang mendapat penugasan. Hal ini juga perlu diperhatikan karena BUMN karya ini juga mengalami berbagai kendala dan permasalahan dari aspek keuangan,” ujar Riza Annisa Pujarama dalam webminar yang diikuti dari Jakarta, Minggu.

Baca Juga:Terobosan Baru KKP, Kerang Coklat Dorong Pertumbuhan Budi Daya LobsterHUT RI Jadi Momentum PHE ONWJ Tingkatkan Produksi Migas Nasional

Dengan adanya permasalahan tersebut, ia pun meminta pemerintahan selanjutnya untuk memperhatikan kondisi keuangan BUMN karya, terutama kemampuan perusahaan milik negara tersebut dalam membayar utang.

Hal ini, lanjutnya, dikarenakan APBN akan kembali menjadi bumper finansial jika badan usaha tersebut tidak dapat membayar kewajiban mereka.

“Kita masih bergantung pada utang itu untuk menutup utang juga. Pembiayaan utang juga mengalami peningkatan gitu ya, dan ini juga mempengaruhi di RAPBN 2025,” kata Riza.

Ia menuturkan bahwa utang jatuh tempo yang perlu dibayar oleh pemerintahan mendatang menurut RAPBN 2025 adalah Rp775,9 triliun.

Angka tersebut lebih tinggi daripada yang ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar Rp648,1 triliun maupun outlook pembiayaan 2024 sebesar Rp553,1 triliun.

Namun, ia mengatakan bahwa besaran utang yang perlu dibayarkan tahun depan tersebut belum termasuk bunga utang yang diperkirakan mencapai Rp552,85 triliun.

Dengan meningkatnya pembayaran utang tersebut, Riza menyatakan bahwa perkiraan angka defisit pun naik dari Rp522,8 triliun pada APBN 2024 menjadi Rp616,2 triliun pada RAPBN 2025.

Baca Juga:SPMT-Pelindo Buktikan Komitmen Lingkungan dengan Program Pemberdayaan UMKMPLN IP dan Arab Saudi Bersatu Bangun PLTS Terapung Saguling

Selain defisit yang naik, ia menyampaikan bahwa risiko lainnya adalah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun yang turut meningkat.

Yield obligasi pemerintah Indonesia adalah yang paling tinggi di antara negara-negara Asia Tenggara, yakni 6,7 persen.

“Jadi ini yang memberatkan di masa depan untuk penarikan utang lebih banyak dan ini perlu upaya untuk bisa menurunkan yield obligasi SBN pemerintah,” imbuhnya.(antara)

0 Komentar