Ini Penjelasan BMKG Soal Isu Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut 

ILUSTRASI GEMPA
ilustrasi gempa.(net)
0 Komentar

CIANJUR,CIANJUR.JABAREKSPRES.COM – Isu potensi gempa besar dan tsunami yang disebabkan Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang ramai diperbincangkan, membuat warga di Indonesia cemas.

Namun, Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, jika potensi gempa di zona megathrust bukan bentuk peringatan dini yang menyiratkan seakan-akan segera terjadi gempa besar.

Diketahui sebelumnya, dirinya menyebutkan ilmuan Indonesia khawatir Megathrust Selat Sunda bisa menyebabkan gempa besar hingga 8,7 Magnitudo dan Megathrust Mentawai-Siberut sebesar 8,9 Magnitudo.

Baca Juga:BPIP Tegaskan Paskibraka Putri Dapat Bertugas Tanpa Lepaskan JilbabKehadiran KDM di Tasikmalaya Disambut Histeris Puluhan Ribu Warga

“Kita hanya mengingatkan kembali soal adanya Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Karena sudah terjadi kekosongan gempa (seismic gap) yang berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa yang signifikan dan dapat terjadi sewaktu-waktu,” ujar Daryono dalam keterangan resminya pada Kamis, 15 Agustus 2024.

Menurutnya, seismic gap di Megathrust Selat Sunda sudah terjadi sampai 267 tahun. Gempa besar terakhir di zona itu diketahui terjadi pada 1757 silam.

Sementara gempa besar akibat Megathrust Mentawai-Siberut terakhir kali terjadi pada 1797 atau 227 tahun lalu.

Jika dibandingkan dengan kejadian gempa besar 7,1 Magnitudo yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang dan memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024. Padahal, seismic gap hanya 78 tahun.

“Sehingga mestinya kita lebih serius dalam menyiapkan upaya pencegahan,” kata Daryono.

Terpisah, Kepala Staf Geofisika Kelas 1 Bandung BMKG menyebutkan, seluruh alat pendeteksi dini bencana baik itu sensor, warning receiver system new generation (WRS NG) ataupun sirene dalam kondisi baik.

“Kita lakukan preventive maintenance rutin. Jika ada peralatan kami yang mati (off), akan ada indikator di sistem kami dan akan segera dilakukan perbaikan (maintenance),” ungkapnya.

Baca Juga:Klarifikasi dan Permohonan Maaf BPIP Soal Paskibraka Tidak Menggunakan HijabRakor TPIP-TPDI Se-Pulau Jawa, Herman Suryatman Ungkap Tantangan Serius Pertanian Jabar

Teguh Rahayu menyebut, BMKG memiliki 31 site sensor Seismograf, 33 site Accelerograph, 66 site Intensity Meter, 23 site WRS NG dan 8 site sirene yang tersebar di seluruh daerah di Jawa Barat.

Di Cianjur sendiri, terdapat dua unit pendeteksi dini bencana yakni WRS NG dan Intensity Meter model PC-01 Cube yang ada di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur, Jalan Siliwangi, Kecamatan Cianjur.

0 Komentar