Menyingkap Akar Politik Paternalistik di Indonesia: Sebuah Tantangan Bagi Demokrasi

BPIP
Dr.Antonius Benny Susetyo.
0 Komentar

Dalam konteks ini, kita harus membangun ekosistem etika dalam penyelenggaraan negara. Etika harus menjadi standar moral yang dipegang teguh oleh para pemimpin. 

Pelanggaran etis harus mendapatkan sanksi yang berat, baik sanksi sosial maupun sanksi pada dirinya sendiri. Lembaga etik penting untuk  menegakkan standar moral, tidak hanya untuk penyelenggara negara tetapi juga presiden. Kepala negara harus menjadi role model dalam hal etika, sehingga tidak memanipulasi hukum untuk kepentingan kerabatnya atau orang-orang dekatnya. 

Sistem nilai yang objektif harus dibangun, sehingga seseorang mengikuti merit sistem berdasarkan rekam jejak dan profesionalisme, bukan karena hubungan atau kedekatan.

Baca Juga:Kembangkan Inovasi TJSL Berkelanjutan, PLN Icon Plus Boyong 2 Penghargaan TJSL & CSR Award 2024PLN UP3 Cianjur Dalam Rangka Hari Anak Nasional 2024 Sukses Tambah Daya SMK Bunga Persada

Paternalistik, meskipun seringkali dianggap negatif, sebenarnya netral. Ia baru menjadi masalah ketika hukum dan etika tidak diindahkan. Pada masyarakat paternalistik, etika dan moral masih memainkan peran penting. 

Seorang raja, misalnya, harus adil dan bijaksana. Jika tidak, ia akan kehilangan penghormatan dari rakyatnya. Dalam konteks modern, seorang pemimpin harus memiliki kesadaran dan kontrol diri yang tinggi untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan. dalam masyarakat tradisional, ada mekanisme protes yang halus namun efektif seperti “pepe” dalam budaya Jawa. 

Ketika rakyat diam dalam terik matahari sebagai bentuk protes, pemimpin yang bijak harus mampu menangkap sinyal tersebut dan merespons dengan bijaksana.

Integritas dan profesionalitas harus menjadi etos kerja penyelenggara negara. Jika integritas hilang, maka hukum tidak akan memberikan efek jera. Lingkungan yang toksik atau kebobrokan moral bisa menjadi penyebab utama hilangnya integritas. Kita membutuhkan pemimpin yang dapat menjaga kehormatannya dan tidak menyimpang dari apa yang dikatakan dan dilakukan. mahkamah etik penting di Indonesia. 

Lembaga ini akan menilai dan memberikan sanksi kepada pejabat yang melanggar etika, meskipun pelanggaran tersebut mungkin ringan di mata hukum. Misalnya, tindakan pemimpin yang kasar atau tidak sopan mungkin tidak bisa dihukum berat secara hukum, tetapi bisa mendapatkan sanksi berat secara etika. Kita harus memiliki standar etika yang jelas dan tegas di semua tingkatan kepemimpinan. Presiden sebagai kepala negara tertinggi harus menjadi teladan dalam hal etika. Jika pemimpin tertinggi saja tidak patuh pada etika, maka jangan harap para pejabat di bawahnya akan memiliki integritas. Sistem nilai yang objektif harus diterapkan, sehingga seseorang dipilih berdasarkan kemampuan dan rekam jejaknya, bukan karena kedekatan atau hubungan kekeluargaan.

0 Komentar