CIANJUR.JABAREKSPRES.COM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan dua orang pegawai bank plat merah dan seorang ‘calo’ kredit topengan atau kredit fiktif dengan total kerugian keuangan negara mencapai Rp3,1 miliar.
Kepala Kejari Cianjur, Kamin mengatakan, hal tersebut terungkap ketika terjadi kredit macet dengan jumlah fantastis yang terjadi di dua wilayah yakni Kecamatan Warungkondang dengan total Rp1.437.373.701, dan di Kecamatan Sukanagara dengan total Rp1.670.820.623.
“Tiga tersangkanya yakni AP dan AAR yang merupakan pegawai bank plat merah dan ZN yang bertindak sebagai orang yang mendapatkan dokumen-dokumen kredit dari nasabah atau meminjam nama nasabah (kredit topengan) untuk mendapatkan fasilitas kredit,” ujar Kamin saat konferensi pers di Kantor Kejari Cianjur Jalan KH Abdullah Bin Nuh, Kecamatan Cianjur, Kamis, 18 Juli 2024 petang.
Baca Juga:Puluhan Warga Binaan Lapas Ikuti Penyuluhan HukumMasih Minim Perusahaan Rekrut Penyandang Disabilitas
Tersangka AP, lanjut Kamin, melancarkan aksinya di Kecamatan Warungkondang sejak 2020 hingga 2022.
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-1649 /M.2.27/Fd.2/06/2024 tanggal 07 Juni 2024, tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) pun memeriksa 60 orang yang menjadi nasabah yang menjadi saksi tindak pidana korupsi.
Sementara AAR dan ZN, beraksi di Kecamatan Sukanagara. Kamin mengatakan, tindakan kredit topengan telah dilakukan oleh komplotan tersebut sejak 2022 hingga 2024 dan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-1650 /M.2.27/Fd.2/06/2024 tanggal 07 Juni 2024, Kejari Cianjur memeriksa 50 orang.
“Dengan menyita beberapa dokumen dan telah memenuhi dua alat bukti, kita pun lakukan penahanan, juga untuk mempermudah proses penuntutan. Sebetulnya ada satu orang lagi yang terlibat dan kini dalam pencarian. Sampai saat ini belum ditemukan,” kata Kamin.
Para tersangka, diduga menikmati uang hasil kredit fiktif tersebut. Dorongan melakukan kredit topengan pun karena tuntutan untuk memenuhi target plafon dan nasabah agar tersangka mendapatkan insentif dari bank.
“Tujuannya agar para pegawai bank ini bisa mendapat bonus kurang lebih Rp20 juta. Tapi saat uang kredit untuk nasabah sudah cair, hanya sedikit saja yang diberikan, sisanya dipakai untuk pribadi,” jelasnya.
Kamin memberikan contoh, saat nasabah mendapatkan pinjaman bank sebesar Rp10 juta, hanya Rp500 ribu saja yang diserahkan.