Saat membuka lahan, Dalem Pamoyanan didatangi orang tua tak dikenal memberi anjuran. Saat itu belum ada nama Tjiandjoer.
Isinya ‘lamun hayang maju, pindah ka palebah kidul sari ngulon. Teangan keur puseur dayeuh, pangguyangan Badak Putih, taneuh bahe ngetan’.
“Kalau mau maju, pindahkan (negeri) ke sebalah selatan sedikit ke barat. Carilah tempat untuk ibukota atau nol kilometer, tempat berkubang Badak Putih, hamparan tanah menurun ke timur,” ungkapnya.
Baca Juga:Masih Minim Perusahaan Rekrut Penyandang DisabilitasSingkirkan Lima Desa Pesaingnya, Desa Sukamanah Cugenang Juara Lomba Desa Tingkat Kabupaten
Memang posisi Cianjur sesuai dengan gambarannya jika dilihat dari Cibalagung. Sementara Situs Pangguyangan Badak Putih berlokasi di Jalan Siti Jenab, tepat di samping Pendopo Kabupaten Cianjur.
“Dulu memang di sini ada Badak Putih, tempat berkubangnya di lokasi yang kita kenal sebagai Jalan Siti Jenab. Dulu ada mata air. Beberapa orang bilang badak putih yang dimaksud adalah orang Belanda, karena perawakannya yang besar dan putih kulitnya. Padahal bukan,” jelas Kang Pepet.
Dirinya meyakini, jika spesies megafauna langka dan terancam punah itu pernah ada di Cianjur, namun kini semuanya berada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Banten.
Sementara, maksud dari hamparan tanah yang menurun ke timur, merupakan lokasi perkotaan Cianjur saat ini yang cenderung berada di sebelah timur Gunung Gede.
Awalnya, Raden Wiramanggala membuka lahan pertama di Kampung Muka. Muka, kata dia, berasal dari Bahasa Sunda artinya membuka.
“Di situlah Dalem Pamoyanan membuka lahan pertama kali,” ungkap Kang Pepet.
Lalu, Bupati Kedua Cianjur itu membuka lahan di Kampung Sayang Heulang atau yang kini diketahui sebagai Jalan Bypass/Dr Muwardi.
Baca Juga:Beri Motivasi Penggunaan Bahasa Inggris, SDN Ibu Dewi IV Hadirkan Siswi Sekolah InternasionalKorban Penyintas Gempa di Cugenang Dilatih Membuat Tempe
Kata dia, penamaan sayang heulang karena daerah tersebut banyak terdapat sarang burung elang.
Lalu terus ke barat ke arah Panembong. Nama panembong dari kata katembong, artinya terlihat. Di situ Raden Wiramanggala melihat dan menyadari jika datarannya menurun ke arah timur, seperti yang disampaikan orang tua sebelumnya.
Lantas, dirinya melanjutkan pembukaan lahan ke arah tenggara, Selakopi. Kata Kang Pepet, Raden Wiramanggala menamai selakopi karena dirinya melihat bunga kopi yang terselip di antara sela-sela pohon salak